LAPORAN
PENDAHULUAN : PENURUNAN KESADARAN
1.
Pengertian
Penurunan
kesadaran atau koma merupakan salah satu kegawatan neurologi yang menjadi
petunjuk kegagalan fungsi integritas otak
dan sebagai “final common pathway”
dari gagal organ seperti kegagalan jantung, nafas dan sirkulasi akan mengarah
kepada gagal otak dengan akibat kematian. Jadi, bila terjadi penurunan
kesadaran menjadi pertanda disregulasi dan disfungsi otak dengan kecenderungan
kegagalan seluruh fungsi tubuh. (Susan, 1998)
Dalam hal
menilai penurunan kesadaran, dikenal beberapa istilah yang digunakan di klinik
yaitu kompos mentis, somnolen, stupor atau sopor, soporokoma dan koma.
Terminologi tersebut bersifat kualitatif. Sementara itu, penurunan kesadaran
dapat pula dinilai secara kuantitatif, dengan menggunakan skala koma Glasgow.
(Carpenito, 2001)
2.
Klasifikasi
Gangguan kesadaran dibagi 3, yaitu gangguan
kesadaran tanpa disertai kelainan fokal/ lateralisasi dan tanpa disertai kaku
kuduk; gangguan kesadaran tanpa disertai kelainan fokal/ lateralisasi disertai
dengan kaku kuduk; dan gangguan kesadaran disertai dengan kelainan fokal.
a. Gangguan
kesadaran tanpa disertai kelainan fokal dan kaku kuduk
1. Gangguan
iskemik
2. Gangguan
metabolik
3. Intoksikasi
4. Infeksi
sistemis
5. Hipertermia
6. Epilepsi
b. Gangguan kesadaran tanpa disertai kelainan fokal
tapi disertai kaku kuduk
1. Perdarahan
subarakhnoid
2. Radang
selaput otak
3. Radang
otak
c. Gangguan kesadaran dengan kelainan fokal
1. Tumor
otak
2. Perdarahan
otak
3. Infark
otak
4. Abses
otak
3.
Etiologi
Penurunan kesadaran disebabkan oleh gangguan pada
korteks secara menyeluruh misalnya pada gangguan metabolik, dan dapat pula
disebabkan oleh gangguan ARAS di batang otak, terhadap formasio retikularis di
thalamus, hipotalamus maupun mesensefalon.
Pada penurunan
kesadaran, gangguan terbagi menjadi dua, yakni gangguan derajat (kuantitas, arousal, wakefulness) kesadaran dan gangguan isi (kualitas, awareness, alertness) kesadaran. Adanya lesi yang dapat mengganggu interaksi
ARAS dengan korteks serebri, apakah lesi supratentorial, subtentorial dan
metabolik akan mengakibatkan menurunnya kesadaran.
Fungsi dan metabolisme otak sangat bergantung pada
tercukupinya penyediaan oksigen. Adanya penurunan aliran darah otak (ADO), akan
menyebabkan terjadinya kompensasi dengan menaikkan ekstraksi oksigen (O2)
dari aliran darah. Apabila ADO turun lebih rendah lagi, maka akan terjadi
penurunan konsumsi oksigen secara proporsional.
Glukosa merupakan satu-satunya substrat yang
digunakan otak dan teroksidasi menjadi karbondioksida (CO2) dan air.
Untuk memelihara integritas neuronal, diperlukan penyediaan ATP yang konstan
untuk menjaga keseimbangan elektrolit.
O2 dan glukosa memegang peranan penting
dalam memelihara keutuhan kesadaran. Namun, penyediaan O2 dan
glukosa tidak terganggu, kesadaran individu dapat terganggu oleh adanya
gangguan asam basa darah, elektrolit, osmolalitas, ataupun defisiensi vitamin.
Proses metabolik melibatkan batang otak dan kedua
hemisfer serebri. Koma disebabkan kegagalan difus dari metabolisme saraf.
1. Ensefalopati
metabolik primer
Penyakit
degenerasi serebri yang menyebabkan terganggunya metabolisme sel saraf dan
glia. Misalnya penyakit Alzheimer.
2. Ensefalopati
metabolik sekunder
Koma terjadi
bila penyakit ekstraserebral melibatkan metabolisme otak, yang mengakibatkan
kekurangan nutrisi, gangguan keseimbangan elektrolit ataupun keracunan. Pada
koma metabolik ini biasanya ditandai dengan gangguan sistem motorik simetris
dan tetap utuhnya refleks pupil (kecuali pasien mempergunakan glutethmide atau
atropin), juga utuhnya gerakan-gerakan ekstraokuler (kecuali pasien
mempergunakan barbiturat).
Tes darah biasanya abnormal, lesi otak unilateral
tidak menyebabkan stupor dan koma. Jika tidak ada kompresi ke sisi
kontralateral batang otak lesi setempat pada otak menimbulkan koma karena
terputusnya ARAS. Sedangkan koma pada gangguan metabolik terjadi karena
pengaruh difus terhadap ARAS dan korteks serebri. (Tucker, 1998)
Penurunan kesadaran akibat gangguan fungsi atau lesi
struktural formasio retikularis di daerah mesensefalon dan diensefalon (pusat
penggalak kesadaran) disebut koma diensefalik. Secara anatomik, koma
diensefalik dibagi menjadi dua bagian utama, ialah koma akibat lesi supratentorial
dan lesi infratentorial.
1. Koma
supratentorial
1) Lesi
mengakibatkan kerusakan difus kedua hemisfer serebri, sedangkan batang otak
tetap normal.
2) Lesi
struktural supratentorial (hemisfer).
Adanya massa
yang mengambil tempat di dalam kranium (hemisfer serebri) beserta edema
sekitarnya misalnya tumor otak, abses dan hematom mengakibatkan dorongan dan
pergeseran struktur di sekitarnya, terjadilah herniasi girus singuli, herniasi
transtentorial sentral dan herniasi unkus.
a. Herniasi
girus singuli
Herniasi girus singuli di bawah falx serebri ke arah
kontralateral menyebabkan tekanan pada pembuluh darah serta jaringan otak,
mengakibatkan iskemi dan edema.
b. Herniasi
transtentorial/ sentral
Herniasi
transtentorial atau sentral adalah hasil akhir dari proses desak ruang
rostrokaudal dari kedua hemisfer serebri dan nukli basalis; secara berurutan
menekan disensefalon, mesensefalon, pons dan medulla oblongata melalui celah
tentorium.
c. Herniasi
unkus
Herniasi unkus
terjadi bila lesi menempati sisi lateral fossa kranii media atau lobus
temporalis; lobus temporalis mendesak unkus dan girus hipokampus ke arah garis
tengah dan ke atas tepi bebas tentorium yang akhirnya menekan mesensefalon.
2. Koma
infratentorial
Ada dua macam
lesi infratentorial yang menyebabkan koma.
1) Proses
di dalam batang otak sendiri yang merusak ARAS atau/ serta merusak pembuluh
darah yang mendarahinya dengan akibat iskemi, perdarahan dan nekrosis. Misalnya
pada stroke, tumor, cedera kepala dan sebagainya.
2) Proses
di luar batang otak yang menekan ARAS
a. Langsung
menekan pons
b. Herniasi
ke atas dari serebelum dan mesensefalon melalui celah tentorium dan menekan
tegmentum mesensefalon.
c. Herniasi
ke bawah dari serebelum melalui foramen magnum dan menekan medulla oblongata.
4.
Patofisiologi
Kesadaran menurun jika terjadi:
a. Gangguan
pada ARAS (ascending reticular activating system) yang merupakan susunan penggalak kewaspadaan
Gangguan ARAS :
Tumor otak, abses, perdarahan intraserebral, subarachnoid, epidural,subepidural, trauma kepala
denganl esi fokal.
b.
Gangguan pada korteks serebri yang merupakan pengolah kesadaran
c. Sel neuron korteks tak dapat digalakkan. Lesi massa ini dapat menekan batang otak ® menekan ARAS® penurunan
kesadaran
d. Gangguan
fungsi korteks serebri
e. Gangguan metabolisme neuron di SSP
f. Gangguan suplai O2 dan glukosa ke otak ®sel neuron tak berfungsi optimal.
Penyebabnya : Epilepsi, hipoksia, obat-obatan, keracunan, penyakit metabolik, hipotensi, alkohol.
5.
Manifestasi
Klinis
Gejala klinik yang terkait dengan
penurunan kesadaran adalah :
a.
Penurunan
kesadaran secara kwalitatif
b.
GCS
kurang dari 13
c.
Sakit
kepala hebat
d.
Muntah
proyektil
e.
Papil
edema
f.
Asimetris
pupil
g.
Reaksi
pupil terhadap cahaya melambat atau negative
h.
Demam
i.
Gelisah
j.
Kejang
k.
Retensi
lendir / sputum di tenggorokan
l.
Retensi
atau inkontinensia urin
m.
Hipertensi
atau hipotensi
n.
Takikardi
atau bradikardi
o.
Takipnu
atau dispnea
p.
Edema
lokal atau anasarka
q.
Sianosis,
pucat dan sebagainya
6.
Komplikasi
Komplikasi yang muncul dapat
meliputi:
1.
Edema
otak
Dapat
mengakibatkan peningkatan TIK sehingga dapat menyebabkan kematian.
2.
Gagal
ginjal
Akibat
penurunan perfusi ke korteks ginjal.
3.
Kelainan
asam basa
Hampir selalu
terjadi alkaliosis respiratorik hiperventilasi, sedangkan alkaliosis metabolic
terjadi akibat hipokalemi. Asidosis metabolic dapat terjadi karena penumpukan
asam laktat atau asam organic lainnya akibat gagal ginjal.
4.
Hipoksia
Sering terjadi
karena edema paru atau radang paru akibat peningkatan permeabilitas pembuluh
darah kapiler di jaringan intersisial atau alveoli.
5.
Gangguan
faal hemoestasis dan perdarahan
6.
Gangguan
metabolisme atau hipoglikemia dan gangguan keseimbangan
elektrolit atau
hipokalsemia.
7.
Kerentanan
terhadap infeksi
Sering terjadi
sepsis terutama karena bakteri gram negative, peritonitis, infeksi jalan nafas
atau paru.
8.
Gangguan
sirkulasi
Pada tahap
akhir dapat terjadi hipotensi, bradikardi maupun henti jantung.
7.
Pemeriksaan
Diagnostik
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk menentukan
penyebab penurunan kesadaran yaitu :
a.
Laboratorium darah
Meliputi tes glukosa
darah, elektrolit, ammonia serum, nitrogen urea darah (BUN), osmolalitas,
kalsium, masa pembekuan, kandungan keton serum, alcohol, obat-obatan dan
analisa gas darah ( BGA ).
b.
CT Scan
Pemeriksaan ini untuk mengetahui lesi-lesi otak
c.
PET ( Positron Emission
Tomography )
Untuk meenilai perubahan metabolik otak, lesi-lesi otak, stroke dan tumor
otak
d.
SPECT ( Single Photon
Emission Computed Tomography )
Untuk mendeteksi lokasi kejang pada epilepsi, stroke.
e.
MRI
Untuk menilai keadaan abnormal serebral, adanya tumor otak.
f.
Angiografi serebral
Untuk mengetahui adanya gangguan vascular, aneurisma dan malformasi
arteriovena.
g.
Ekoensefalography
Untuk mendeteksi
sebuuah perubahan struktur garis tengah serebral yang disebabkan hematoma
subdural, perdarahan intraserebral, infark serebral yang luas dan neoplasma.
h.
EEG ( elektroensefalography
)
Untuk menilai kejaaang
epilepsy, sindrom otak organik, tumor, abses, jaringan parut otak, infeksi otak
i.
MG ( Elektromiography )
Untuk membedakan
kelemahan akibat neuropati maupun akibat penyakit lain.
8.
Penatalaksanaan
Prinsip
pengobatan kesadaran dilakukan dengan cepat, tepat dan akurat, pengobatan
dilakukan bersamaan dalam saat pemeriksaan. Pengobatan meliputi dua komponen
utama yaitu umum dan khusus.
Umum
a.
Tidurkan
pasien dengan posisi lateral dekubitus dengan leher sedikit ekstensi bila tidak
ada kontraindikasi seperti fraktur servikal dan tekanan intrakranial yang
meningkat.
b.
Posisi
trendelenburg baik sekali untuk mengeluarkan cairan trakeobronkhial, pastikan
jalan nafas lapang, keluarkan gigi palsu jika ada, lakukan suction di daerah nasofaring jika diduga ada cairan.
c.
Lakukan
imobilisasi jika diduga ada trauma servikal, pasang infus sesuai dengan
kebutuhan bersamaan dengan sampel darah.
d.
Pasang
monitoring jantung jika tersedia bersamaan dengan melakukan elektrokardiogram
(EKG).
e.
Pasang
nasogastric tube, keluarkan isi
cairan lambung untuk mencegah aspirasi, lakukan bilas lambung jika diduga ada
intoksikasi. Berikan tiamin 100 mg iv, berikan destrosan 100 mg/kgbb. Jika
dicurigai adanya overdosis opium/ morfin, berikan nalokson 0,01 mg/kgbb setiap
5-10 menit sampai kesadaran pulih (maksimal 2 mg).
Khusus
Pada herniasi
a.
Pasang
ventilator lakukan hiperventilasi dengan target PCO2: 25- 30 mmHg.
b.
Berikan
manitol 20% dengan dosis 1-2 gr/ kgbb atau 100 gr iv. Selama 10-20 menit
kemudian dilanjutkan 0,25-0,5 gr/kgbb atau 25 gr setiap 6 jam.
c.
Edema
serebri karena tumor atau abses dapat diberikan deksametason 10 mg iv lanjutkan
4-6 mg setiap 6 jam.
d.
Jika
pada CT scan kepala ditemukan adanya CT yang operabel seperti epidural hematom,
konsul bedah saraf untuk operasi dekompresi.
B.
Asuhan Keperawatan
1.
Pengkajian
rimer
a.
Airway
1)
Apakah
pasien berbicara dan bernafas secara bebas
2)
Terjadi
penurunan kesadaran
3)
Suara
nafas abnormal : stridor, wheezing, mengi dll
4)
Penggunaan
otot-otot bantu pernafasan
5)
Gelisah
6)
Sianosis
7)
Kejang
8)
Retensi
lendir / sputum di tenggorokan
9)
Suara
serak, Batuk
b.
Breathing
1)
Adakah
suara nafas abnormal : stridor, wheezing, mengi dll
2)
Sianosis
3)
Takipnu
4)
Dispnea
5)
Hipoksia
6)
Panjang
pendeknya inspirasi ekspirasi
c.
Circulation
1)
Hipotensi
/ hipertensi
2)
Takipnu
3)
Hipotermi
4)
Pucat
5)
Ekstremitas
dingin
6)
Penurunan
capillary refill
7)
Produksi
urin menurun
8)
Nyeri
9)
Pembesaran
kelenjar getah bening
2.
Pengkajian
Sekunder
a.
Riwayat
penyakit sebelumnya
Apakah klien pernah menderita :
1)
Penyakit
stroke
2)
Infeksi
otak
3)
DM
4)
Diare
dan muntah yang berlebihan
5)
Tumor
otak
6)
Intoksiaksi
insektisida
7)
Trauma
kepala
8)
Epilepsi
dll.
b.
Pemeriksaan
fisik
1)
Aktivitas
dan istirahat
Ø Data Subyektif:
§ kesulitan dalam beraktivitas
§ kelemahan
§ kehilangan sensasi atau paralysis.
§ mudah lelah
§ kesulitan istirahat
§ nyeri atau kejang otot
Ø Data obyektif:
§ Perubahan tingkat kesadaran
§ Perubahan tonus otot (
flasid atau spastic), paraliysis (
hemiplegia ) , kelemahan umum.
§ gangguan penglihatan
2)
Sirkulasi
Ø Data Subyektif:
§ Riwayat penyakit stroke
§ Riwayat penyakit jantung : Penyakit katup jantung, disritmia, gagal
jantung , endokarditis bacterial.
§ Polisitemia.
Ø Data obyektif :
§ Hipertensi arterial
§ Disritmia
§ Perubahan EKG
§ Pulsasi : kemungkinan bervariasi
§ Denyut karotis, femoral dan arteri iliaka atau aorta abdominal
3)
Eliminasi
Ø Data Subyektif:
§ Inkontinensia urin / alvi
§ Anuria
Ø Data obyektif
§ Distensi abdomen ( kandung kemih sangat penuh )
§ Tidak adanya suara usus( ileus paralitik )
4)
Makan/
minum
Ø Data Subyektif:
§ Nafsu makan hilang
§ Nausea
§ Vomitus menandakan adanya PTIK
§ Kehilangan sensasi lidah , pipi , tenggorokan
§ Disfagia
§ Riwayat DM, Peningkatan lemak dalam darah
Ø Data obyektif:
Obesitas ( faktor resiko )
5)
Sensori
neural
Ø Data Subyektif:
§ Syncope
§ Nyeri kepala : pada perdarahan intra serebral atau perdarahan sub arachnoid.
§ Kelemahan
§ Kesemutan/kebas
§ Penglihatan berkurang
§ Sentuhan : kehilangan sensor
pada ekstremitas dan pada muka
§ Gangguan rasa pengecapan
§ Gangguan penciuman
Ø Data obyektif:
§ Status mental
§ Penurunan kesadaran
§ Gangguan tingkah laku (seperti: letargi, apatis, menyerang)
§ Gangguan fungsi kognitif
§ Ekstremitas : kelemahan / paraliysis genggaman tangan tidak imbang,
berkurangnya reflek tendon dalam
§ Wajah: paralisis / parese
§ Afasia ( kerusakan atau
kehilangan fungsi bahasa, kemungkinan ekspresif/ kesulitan berkata kata,
reseptif / kesulitan berkata kata komprehensif, global / kombinasi dari
keduanya. )
§ Kehilangan kemampuan mengenal atau melihat, stimuli taktil
§ Kehilangan kemampuan mendengar
§ Apraksia : kehilangan kemampuan menggunakan motorik
§ Reaksi dan ukuran pupil : reaksi pupil terhadap cahaya positif /
negatif, ukuran pupil isokor / anisokor, diameter pupil
6)
Nyeri
/ kenyamanan
Ø Data Subyektif:
Sakit kepala yang bervariasi
intensitasnya
Ø Data obyektif:
§ Tingkah laku yang tidak stabil
§ Gelisah
§ Ketegangan otot
7)
Respirasi
Data Subyektif : perokok ( faktor
resiko )
8)
Keamanan
Ø Data obyektif:
§ Motorik/sensorik : masalah dengan penglihatan
§ Perubahan persepsi terhadap tubuh
§ Kesulitan untuk melihat objek
§ Hilang kewaspadaan terhadap bagian tubuh yang sakit
§ Tidak mampu mengenali objek, warna, kata, dan wajah yang pernah
dikenali
§ Gangguan berespon terhadap panas, dan dingin/gangguan regulasi suhu
tubuh
§ Gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap keamanan
§ Berkurang kesadaran diri
3.
Diagnosa
Keperawatan
a.
Gangguan
perfusi jaringan serebral berhubungan dengan hipoksia jaringan, ditandai dengan
peningkatan TIK, nekrosis jaringan, pembengkakan jaringan otak, depresi SSP dan
oedema
b.
Ketidakefektifan
bersihan jalan napas b.d obstruksi jalan
nafas oleh secret
c.
Ketidakefektifan
pola nafas berhubungan dengan adanya depresan pusat pernapasan
d.
Gangguan
pertukaran gas berhubungan dengan abnormalitas ventilasi-perfusi sekunder
terhadap hipoventilasi
4.
Rencana
Keperawatan
No
|
Diagosa keperawatan
|
Tujuan/kriteria hasil
|
Intervensi
|
rasional
|
1
|
Gangguan
perfusi jaringan serebral berhubungan dengan hipoksia jaringan, ditandai
dengan peningkatan TIK, nekrosis jaringan, pembengkakan jaringan otak,
depresi SSP dan oedema
|
Tujuan : gangguan perfusi jaringan berkurang/hilang
setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 jam.
Kriteria hasil :
-
Tidak ada tanda – tanda peningkatan TIK
-
Tanda – tanda vital dalam batas normal
-
Tidak adanya penurunan kesadaran
|
1. Tentukan faktor yang berhubungan dengan keadaan tertentu, yang dapat
menyebabkan penurunan perfusi dan potensial peningkatan TIK
2. Kaji respon motorik terhadap perintah sederhana
3. Pantau tekanan darah
4. Evaluasi : pupil, keadaan pupil, catat ukuran pupil, ketajaman
pnglihatan dan penglihatan kabur
5. Perhatikan adanya gelisah meningkat, tingkah laku yang tidak sesuai
6. Tinggikan kepala 15-45 derajat
7.
Kolaborasi
:
b. Berikan oksigen sesuai indikasi
c. Berikan obat sesuai indikasi
|
1.
Mengetahui penyebab utama penurunan keasadaran
2.
Menentukan kembali nilai GCS pasien
3.
Penurunan tekanan darah secara drastis menandakan kondisi klien
semakin buru
4.
Melihat seauh mana tanda-tanda penurunan kesadaran
5.
gelisah menandakan terjadinya respon neurologis
6.
mencegah terjadinya sesak nafas
7.
oksigen dapat membantu pernafasan klien
|
2
|
Ketidakefektifan
bersihan jalan napas b.d obstruksi
jalan nafas oleh secret
|
Tujuan : bersihan jalan nafas efektif setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 1 jam.
Kriteria hasil:
-
Pasien memperlihatkan kepatenan jalan
napas
-
Ekspansi dada simetris
-
Bunyi napas bersih saat auskultasi
-
Tidak terdapat tanda distress pernapasan
GDA dan
tanda vital dalam batas normal
|
1. Kaji dan pantau pernapasan, reflek batuk dan sekresi
2. Posisikan tubuh dan kepala untuk menghindari obstruksi jalan napas dan
memberikan pengeluaran sekresi yang optimal
3. Penghisapan sekresi
4. Auskultasi dada untuk mendengarkan bunyi jalan napas setiap 4 jam
Kolaborasi :
a. Berikan oksigenasi sesuai advis
b. Pantau BGA dan Hb sesuai indikasi
|
1.
Terjadinya
obstuksi diakibatkan oleh batuk dan sekresi
2.
Meningkatkan
pola nafas klien
3.
Mampu
memberishkan jalan nafas
4.
Bunyi
jalan nafas menandakan adanya sumbatan jalan nafas
5.
Oksigen
mampu mengurangi sesak nafas
|
3
|
Ketidakefektifan
pola nafas berhubungan dengan adanya depresan pusat pernapasan
|
Tujuan :
Pola nafas efektif setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 1 jam
Kriteria hasil:
-
RR 16-24 x permenit
-
Ekspansi dada normal
-
Sesak nafas hilang / berkurang
-
Tidak suara nafas abnormal
|
1. Kaji frekuensi, irama, kedalaman pernafasan.
2. Auskultasi bunyi nafas.
3. Pantau penurunan bunyi nafas.
4. Berikan posisi yang nyaman : semi fowler
5. Berikan instruksi untuk latihan nafas dalam
6. Catat kemajuan yang ada pada klien tentang pernafasan
Kolaborasi
:
b. Berikan oksigenasi sesuai advis
c. Berikan obat sesuai indikasi
|
1.
Dalam
batas normal menandakan pola nafas efektif
2.
Bunyi
nafas yang abnormal daat dijadikan tanda terjadinya depresan pusat pernafasan
3.
Posisi
semi fowler dapat membuka jalan nafas
lebih baik
4.
Tehnik
nafas daam mampu mengurangi dampak pola nafas yang tidak efektif
5.
Dapat
menentukan tindakan selanjutnya
|
4
|
Gangguan
pertukaran gas berhubungan dengan abnormalitas ventilasi-perfusi sekunder
terhadap hipoventilasi
|
Tujuan :
Setelah diberikan tindakan keperawatan selaama 1 jam, pasien dapat mempertahankan pertukaran gas yang adekuat
Kriteria Hasil :
Pasien mampu menunjukkan :
-
Bunyi paru bersih
-
Warna kulit normal
-
Gas-gas darah dalam batas normal untuk
usia yang diperkirakan
|
1. Kaji TD, nadi apikal dan tingkat kesadaran setiap jam dan prn,
laporkan perubahan tinmgkat kesadaran pada dokter.
2. Auskultasi dada untuk mendengarkan bunyi nafas setiap jam
3. Tinjau kembali pemeriksaan sinar X dada harian, perhatikan peningkatan
atau penyimpangan
4. Evaluasi AKS dalam hubungannya dengan penurunan kebutuhan oksigen.
5. Pantau irama jantung
Kolaboraasi :
b. Berikan cairan parenteral sesuai pesanan
c. Berikan obat-obatan sesuai pesanan : bronkodilator, antibiotik,
steroid.
|
1.
Penurunan
dalam batas abnormal dapat menyebabkan kematian
2.
Perubahan
bunyi nafas menjadi tanda pernafasan sedang terganggu
3.
Dapat
segera dilakukan tindakan jika terjadi penyimpangan
4.
Membantu
menentukan kebutuhan gas klien
5.
Irama
jantung yang abnormal menandakan terjadinya aggal jantung
6.
Therapy
yang sesuai mampu menyelamatkan klien
|
DAFTAR
PUSTAKA
1. Carolyn
M. Hudak. Critical Care Nursing : A Holistic Approach. Edisi VII. Volume
II. Alih Bahasa : Monica E. D Adiyanti. Jakarta : EGC ; 1997
2. Susan
Martin Tucker. Patient Care Standarts. Volume 2. Jakarta : EGC ; 1998
3. Lynda
Juall Carpenito. Handbook Of Nursing Diagnosis. Edisi 8. Jakarta : EGC ;
2001
4. Long,
B.C. Essential of medical – surgical
nursing : A nursing process approach. Volume 2. Alih bahasa : Yayasan IAPK.
Bandung: IAPK Padjajaran; 1996 (Buku asli diterbitkan tahun 1989)
5. Smeltzer,
S.C. & Bare, B.G. Brunner and
Suddarth’s textbook of medical – surgical nursing. 8th Edition.
Alih bahasa : Waluyo, A. Jakarta: EGC;
2000 (Buku asli diterbitkan tahun 1996)
6. Corwin,
E.J. Handbook of pathophysiology.
Alih bahasa : Pendit, B.U. Jakarta: EGC; 2001 (Buku asli diterbitkan tahun
1996)
7. Price,
S.A. & Wilson, L.M. Pathophysiology:
Clinical concept of disease processes. 4th Edition. Alih bahasa
: Anugerah, P. Jakarta: EGC; 1994 (Buku asli diterbitkan tahun 1992)
Doengoes,
M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C. Nursing
care plans: Guidelines for planning and documenting patients care. Alih
bahasa: Kariasa, I.M. Jakarta: EGC; 1999 (Buku asli diterbitkan tahun 1993)
DOWNLOAD VERSI DOCXNYA DISINI
|
FADHIL AKMAL
MASUKKAN TOMBOL TWEET DISINI |
|
4 komentar:
Keren kak,.. Terima kasih info dan ilmu nya.. Akan sangat berguna buat saya..
thanks gan informasinya sangat membantu, jangan lupa kunjungi juga OBAT STROKE ALAMI DENGAN 100% EKSTRAK DAUN PEGAGAN
sama-sama mbak
siap gan
Posting Komentar