LAPORAN PENDAHULUAN : STROKE
1.
Pengertian
Stroke
atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh
berhentinya suplai darah ke bagian otak sering ini adalah kulminasi penyakit
serebrovaskuler selama beberapa tahun (Smeltzer and Bare, 2002). Menurut Doenges (2000) stroke/penyakit
serebrovaskuler menunjukan adanya beberapa kelainan otak baik secara fungsional
maupun struktural yang disebabkan oleh keadaan patologis dari pembuluh darah
serebral atau dari seluruh sistem pembuluh darah otak.
Menurut
Batticaca (2008) stroke adalah suatu keadaan yang timbul karena terjadi
gangguan peredaran darah di otak yang menyebabkan terjadinya kematian jaringan
otak sehingga mengakibatkan seseorang menderita kelumpuhan atau kematian.
menurut Corwin (2009) ada dua klasifikasi umum cedera vascular serebral
(stroke) yaitu iskemik dan hemoragik. Stroke iskemik terjadi akibat penyumbatan
aliran darah arteri yang lama kebagian otak. Stroke Hemoragik terjadi akibat
perdarahan dalam otak.
2.
Etiologi
Penyumbatan
arteri yang menyebabkan stroke iskemik dapat terjadi akibat thrombus (bekuan
darah di arteri serebril) atau embolus (bekuan darah yang berjalan ke otak dari
tempat lain ditubuh) (Corwin ,2009).
a.
Stroke
trombotik
Terjadi
akibat oklusi aliran darah, biasanya karena aterosklerosis berat. Sering kali,
individu mengalami satu atau lebih serangan iskemik sementara (transient ischemic attack, TIA) sebelum
stroke trombotik yang sebenarnya terjadi. TIA biasanya berlangsung kurang dari
24 jam. Apabila TIA sering terjadi maka menunjukkan kemungkinan terjadinya
stroke trombotik yang sebenarnya yang biasanya berkembang dalam periode 24 jam
(Corwin, 2009).
b.
Strok
embolik
Stroke
embolik berkembang setelah oklusi arteri oleh embolus yang terbentuk di luar
otak. Sumber umum embolus yang menyebabkan stroke adalah jantung setelah infark
miokardium atau fibrilasi atrium, dan embolus yang merusak arteri karotis
komunis atau aorta (Corwin, 2009).
Beberapa faktor resiko terjadinya stroke
iskemik adalah usia dan jenis kelamin, genetic, ras, mendengkur dan sleep apnea, inaktivitas fisik,
hipertensi, meroko, diabetes mellitus, penyakit jantung, aterosklerosis,
dislipidemia, alkohol dan narkoba, kontrasepsi oral, serta obesitas (Dewanto.
et al, 2009).
(Patofisiologi stroke ke masalah keperawatan Muttaqin, 2008)
4.
Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis stroke
iskemik menurut Tobing (2001) adalah:
a.
Gangguan
pada pembuluh darah karotis
a)
Pada
cabang menuju otak bagian tengah (arteri serebri media):
·
Gangguan
rasa di daerah muka/wajah sesisi atau disertai gangguan rasa di lengan dan
tungkai sesisi
·
Gangguan
berbicara baik berupa sulit untuk mengeluarkan kata-kata atau sulit mengerti
pembicaraan orang lain atau afasia.
·
Gangguan
gerak/kelumpuhan (hemiparesis/hemiplegic)
·
Mata
selalu melirik kearah satu sisi (deviation conjugae)
·
Kesadaran
menurun
·
Tidak
mengenal orang (prosopagnosia
·
Mulut
perot
·
Merasa
anggota sesisi tidak ada
·
Tidak
sadar kalau dirinya mengalami kelainan
b)
Pada
cabang menuju otak bagian depan (arteri serebri anterior):
·
Kelumpuhan
salah satu tungkai dan gangguan-gangguan saraf perasa
·
Ngompol
·
Tidak
sadar
·
Gangguan
mengungkapkan maksud
·
Menirukan
omongan orang lain (ekholali)
c)
Pada
cabang menuju otak bagian belakang (arteri serebri posterior):
·
Kebutaan
seluruh lapang pandang satu sisi atau separuh pada kedua mata, bila bilateral
disebut cortical blindness
·
Rasa
nyeri spontan atau hilangnya rasa nyeri dan rasa getar pada seluruh sisi tubuh
·
Kesulitan
memahami barang yang dilihat, namun dapat mengerti jika meraba atau mendengar
suaranya
·
Kehilangan
kemampuan mengenal warna
b.
Gangguan
pada pembuluh darah vertebrobasilaris
a)
Sumbatan/gangguan
pada arteri serebri posterior
·
Hemianopsia
homonym kontralateral dari sisi lesi
·
Hemiparesis
kontralateral
·
Hilangnya
rasa sakit, suhu, sensorik proprioseptif (rasa getar).
b)
Sumbatan/gangguan
pada arteri vertebralis
Bila
sumbatan pada sisi yang dominan dapat terjadi sindrom Wallenberg. jika pada
sisi tidak dominan tidak menimbulkan gejala.
c)
Sumbatan/gangguan
pada arteri serebri inferior
·
Sindrom
Wallenberg berupa atasia serebral pada lengan dan tungkai di sisi yang sama,
gangguan N.II (oftalmikus) dan reflex kornea hilang pada sisi yang sama.
·
Sindrom
Horner sesisi dengan lesi
·
Disfagia,
apabila infark mengenai nucleus ambigius ipsilateral
·
Nistagmus,
jika terjadi infark pada nucleus Vestibularis
·
Hemipestesia
alternans
5.
Komplikasi
Pasien
yang mengalami gejala berat, misalnya imobilisasi dengan hemiplegia berat,
rentan terhadap komplikasi yang dapat menyebabkan kematian awal yaitu
(Ginsberg, 2007):
·
Pneumonia,
septicemia (akibat ulkus dekubitus atau infeksi saluran kemih)
·
Trombosis
vena dalam (deep vein thrombosis, DVT) dan emboli paru
·
Infark
miokard, aritmia jantung, dan gagal jantung
·
ketidakseimbangan
cairan
6.
Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan
diagnostic strok iskemik menurut Dewanto et al (2008) dapat menggunakan skor
stroke Siriraj atau skor stroke Gajah Mada sebagai berikut:
7.
Penatalaksanaan
a.
Umum
(Dewanto et al, 2008)
·
Nutrisi
·
Hidrasi
intravena: koreksi dengan NaCl 0,9% jika hipovolemik
·
Hiperglikemia:
koreksi dengan insulin, bila stabil beri insulin regular subkutan
·
Neurorehabilitasi
dini: stimulasi dini secepatnya dan fisioterapi gerak anggota badan aktif
maupun pasif
·
Pearawatan
kandung kemih: kateter menetap hanya pada keadaan khusus (kesadaran menurun,
demensia, dan afasia global)
b.
Khusus
·
Terapi
spesifik stroke iskemik akut
-
Trombosis
rt-PA intravena/intraarterial pada ≤ 3 jam setelah awitan stroke dengan dosis
0,9 mg/kg (maksimal 90 mg). Sebanyak 10% dosis awal diberi sebagai bentuk
bolus, sisanya dilanjutkan melalui melalui infuse dalam waktu 1 jam.
-
Antiplatelet:
asam salisilat 160-325 mg/hari 48 jam setelah awitan stroke atau Clopidogrel 75
mg/hr
-
Obat
neuroprotektif
·
Hipertensi:
tekanan darah diturunkan apabila tekanan sistolik > 220 mmHg dan/atau
tekanan diastolic > 120 mmHg dengan penurunan maksimal 20% dari tekanan
arterial rata-rata (MAP) awal per hari.
·
Thrombosis
vena dalam:
-
Heparin
5000 unit/12 jam selama 5-10 hari
-
LowMolecular Weight Heparin (enoksaparin/nadroparin)
2x0,3-0,4 IU SC abdomen
Pneumatic boots, stoking
elastic, fisioterapi, dan mobilisasi.
Asuhan Keperawatan
Pengkajian
a)
Identitas
Klien
Mengcakup nama,
umur, jenis kelamin, pekerjaan, agama, No Mr, pendidikan, status pekawinan,
diangnosa medis dll.
b)
Riwayat
Kesehatan
(1)
Riwayat
Kesehatan Dahulu
Biasanya pada
klien ini mempunyai riwayat hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung,
anemi, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, pengunaan obat-obat
antikoagulan, aspirin dan kegemukan/obesitas.
(2)
Riwayat
Kesehatan Sekarang
Biasanya klien
sakit kepala, mual muntah bahkan kejang sampai tak sadarkan diri, kleumpuhan
separoh badan dan gangguan fungsi otak.
(3)
Riwayat
Kesehatan Keluarga
Biasanya ada
anggota keluarga yang menderita atau mengalami penyakit seperti : hipertensi,
Diabetes Melitus, penyakit jantung.
(4)
Riwayat
Psikososial
Biasanya
masalah perawatan dan biaya pengobatan dapat membuat emosi dan pikiran klein
dan juga keluarga sehingga baik klien maupun keluarga sering merasakan sterss
dan cemas.
c)
Pemeriksaan
Fisik
(1)
Rambut
dan hygiene kepala
(2)
Mata:buta,kehilangan
daya lihat
(3)
Hidung,simetris
ki-ka adanya gangguan
(4)
Leher,
(5)
Dada
I: simetris
ki-ka
P: premitus
P: sonor
A: ronchi
(6)
Abdomen
I: perut acites
P :hepart dan
lien tidak teraba
P :Thympani
A :Bising usus
(+)
(7)
Genito
urinaria :dekontaminasi,anuria
(8)
Ekstramitas
:kelemahan,kelumpuhan.
d)
Pemeriksaan
Fisik Sistem Neurologis
(1)
Tingkat
Kesadaran
i.
Kualitatif
Adalah
fungsi mental keseluruhan dan derajat kewasapadaan.
-
CMC
→ dasar akan diri dan punya orientasi penuh
-
APATIS
→ tingkat kesadaran yang tampak lesu dan mengantuk
-
LATARGIE
→ tingkat kesadaran yang tampak lesu dan mengantuk
-
DELIRIUM
→ penurunan kesadaran disertai pe ↑ abnormal aktifitas psikomotor → gaduh
gelisah
-
SAMNOLEN
→ keadaan pasien yang selalu mw tidur → diransang bangun lalu tidur kembali
-
KOMA
→ kesadaran yang hilang sama sekali
ii.
Kuantitatif
Dengan
Menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS)
-
Respon
membuka mata ( E = Eye )
o
Spontan
(4)
o
Dengan
perintah (3)
o
Dengan
nyeri (2)
o
Tidak
berespon (1)
-
Respon
Verbal ( V= Verbal )
o
Berorientasi
(5)
o
Bicara
membingungkan (4)
o
Kata-kata
tidak tepat (3)
o
Suara
tidak dapat dimengerti (2)
o
Tidak
ada respons (1)
-
Respon
Motorik (M= Motorik )
o
Dengan
perintah (6)
o
Melokalisasi
nyeri (5)
o
Menarik
area yang nyeri (4)
o
Fleksi
abnormal/postur dekortikasi (3)
o
Ekstensi
abnormal/postur deserebrasi (2)
o
Tidak
berespon (1)
(2)
Pemeriksaaan
Nervus Cranialis
i.
Test
nervus I (Olfactory)
Fungsi
penciuman Test pemeriksaan, klien tutup mata dan minta klien mencium benda yang
baunya mudah dikenal seperti sabun, tembakau, kopi dan sebagainya. Bandingkan
dengan hidung bagian kiri dan kanan.
ii.
Test
nervus II ( Optikus)
Fungsi
aktifitas visual dan lapang pandang Test aktifitas visual, tutup satu mata
klien kemudian suruh baca dua baris di koran, ulangi untuk satunya. Test lapang
pandang, klien tutup mata kiri, pemeriksa di kanan, klien memandang hidung
pemeriksa yang memegang pena warna cerah, gerakkan perlahan obyek tersebut,
informasikan agar klien langsung memberitahu klien melihat benda tersebut.
iii.
Test
nervus III, IV, VI (Oculomotorius, Trochlear dan Abducens)
Fungsi
koordinasi gerakan mata dan kontriksi pupil mata (N III).
-
Test
N III Oculomotorius (respon pupil terhadap cahaya), menyorotkan senter kedalam
tiap pupil mulai menyinari dari arah belakang dari sisi klien dan sinari satu
mata (jangan keduanya), perhatikan kontriksi pupil kena sinar.
-
Test
N IV Trochlear, kepala tegak lurus, letakkan obyek kurang lebih 60 cm sejajar
mid line mata, gerakkan obyek kearah kanan. Observasi adanya deviasi bola mata,
diplopia, nistagmus.
-
Test
N VI Abducens, minta klien untuk melihat kearah kiri dan kanan tanpa menengok.
iv.
Test
nervus V (Trigeminus)
Fungsi
sensasi, caranya : dengan mengusap pilihan kapas pada kelopak mata atas dan
bawah.
-
Refleks
kornea langsung maka gerakan mengedip ipsilateral.
-
Refleks
kornea consensual maka gerakan mengedip kontralateral.
Usap pula
dengan pilihan kapas pada maxilla dan mandibula dengan mata klien tertutup.
Perhatikan apakah klien merasakan adanya sentuhan
-
Fungsi
motorik, caranya : klien disuruh mengunyah, pemeriksa melakukan palpasi pada
otot temporal dan masseter.
v.
Test
nervus VII (Facialis)
-
Fungsi
sensasi, kaji sensasi rasa bagian anterior lidah, terhadap asam, manis, asin
pahit. Klien tutup mata, usapkan larutan berasa dengan kapas/teteskan, klien
tidak boleh menarik masuk lidahnya karena akan merangsang pula sisi yang sehat.
-
Otonom,
lakrimasi dan salvias
-
Fungsi
motorik, kontrol ekspresi muka dengancara meminta klien untuk: tersenyum,
mengerutkan dahi, menutup mata sementara pemeriksa berusaha membukanya.
vi.
Test
nervus VIII (Acustikus)
Fungsi
sensoris :
-
Cochlear
(mengkaji pendengaran), tutup satu telinga klien, pemeriksa berbisik di satu
telinga lain, atau menggesekkan jari bergantian kanan-kiri.
-
Vestibulator
(mengkaji keseimbangan), klien diminta berjalan lurus, apakah dapat melakukan
atau tidak.
vii.
Test
nervus IX (Glossopharingeal) dan nervus X (Vagus)
N
IX, mempersarafi perasaan mengecap pada 1/3 posterior lidah, tapi bagian ini
sulit di test demikian pula dengan M.Stylopharingeus. Bagian parasimpatik N IX
mempersarafi M. Salivarius inferior. N X, mempersarafi organ viseral dan thoracal,
pergerakan ovula, palatum lunak, sensasi pharynx, tonsil dan palatum lunak.
viii.
Test
nervus XI (Accessorius)
Klien
disuruh menoleh kesamping melawan tahanan. Apakah Sternocledomastodeus dapat
terlihat ? apakah atropi ? kemudian palpasi kekuatannya. Minta klien mengangkat
bahu dan pemeriksa berusaha menahan test otot trapezius.
ix.
Nervus
XII (Hypoglosus)
-
Mengkaji
gerakan lidah saat bicara dan menelan
-
Inspeksi
posisi lidah (mormal, asimetris / deviasi)
Keluarkan
lidah klien (oleh sendiri) dan memasukkan dengan cepat dan minta untuk
menggerakkan ke kiri dan ke kanan.
(3)
Menilai
Kekuatan Otot
Kaji cara
berjalan dan keseimbangan
Observasi cara
berjalan, kemudahan berjalan dan koordinasi gerakan tangan, tubuh – kaki
i.
Periksa
tonus otot dan kekuatan
Kekualan
otot dinyatakan dengan menggunakan angka dari 0-5
0 = tidak didapatkan sedikitpun kontraksi otot ; Iumpuh total
1 = terlihat kontraksi tetap ; tidak ada gerakan pada sendi.
2 = ada gerakan pada sendi tetapi tidak dapat melawan gravitasi
3 = bisa melawan gravitasi tetapi tidak dapat menahan tahanan
pemeriksa
4 = bisa bergerak melawan tahanan pemeriksa tetapi kekuatannya
berkurang
5 = dapat melawan tahanan pemeriksa dengan kekuatan maksimal
(4)
Pemeriksaan
reflek
Pemeriksaan
refleks biasanya dilakukan paling akhir. Klien biasanya dalam posisi duduk atau
tidur jika kondisi klien tidak memungkinkan. Evaluasi respon klien dengan
menggunakan skala 0 – 4
0 = tidak ada respon
1 = Berkurang (+)
2 = Normal (++)
3 = Lebih dari normal (+++)
4 = Hiperaktif (++++)
i.
Reflek
Fisiologis
-
Reflek
Tendon
o
Reflek
patella
Pasien bebaring
terlentang lutut diangkat keatas fleksi kurang lebih dari 300.
tendon patella (ditengah-tengah patela dan Tuberositas tibiae) dipukul dengan
reflek hamer. respon berupa kontraksi otot guardrisep femoris yaitu ekstensi
dari lutut.
o
Reflek
Bisep
Lengan
difleksikan terhadap siku dengan sudut 900 supinasi dan lengan bawah
ditopang ada atas (meja periksa) jari periksa ditempat kan pada tendon m.bisep
(diatas lipatan siku) kemudian dipukul dengan reflek hamer.normal jika ada
kontraksi otot biceps, sedikit meningkat bila ada fleksi sebagian ada pronasi,
hiperaktif maka akan tejadi penyebaran gerakan-gerakan pada jari atau sendi.
o
Reflek
trisep
Lengan bawah
disemifleksikan, tendon bisep dipukul dengan dengan reflek hamer (tendon bisep
berada pada jarak 1-2 cm diatas olekronon) respon yang normal adalah kontraksi
otot trisep, sedikit meningkat bila ada ekstensi ringan dan hiperaktif bila
ekstensi bila ekstensi siku tersebut menyebar keatas sampai ke otot – otot bahu.
o
Reflek
Achiles
Posisi kaki
adalah dorso fleksi untuk memudah kan pemeriksaan reflek ini kaki yang
di[eriksa diletakan/disilangkan diatas tungkai bawah kontral lateral.tendon
achiles dipukul dengan reflek hamer, respon normal berupa gerakan plantar
fleksi kaki.
o
Reflek
Superfisial
ü Reflek kulit perut
ü Reflek kremeaster
ü Reflek kornea
ü Reflek bulbokavernosus
ü Reflek plantar
-
Reflek
Patologis
o
Babinski
Merupakan
reflek yang paling penting ia hanya dijumpai pada penyakit traktus
kortikospital.untuk melakukan tes ini, goreslah kuat-kuat bagian lateral
telapak kaki bagian lateraltelapak kaki dari tumit ke arah jari kelingking dan
kemudian melintasi bagian jantung kaki. Respon babinski timbul jika ibu jari
kaki melakukan dorsofleksi dan jari-jari lain menyebar,klau normalnya adalah
fleksi plantar pada semua jari kaki.
Cara lain untuk
membangkitkan rangsangan babinski:
ü Cara chaddock
Rangsang
diberikan dengan jalan menggores bagian lateral maleolus hasil positif bila
gerakan dorsoekstensi dari ibu jari dan gerakan abduksi dari jarijari lainnya.
ü Cara Gordon
Memencet (
mencubit) otot betis
ü Cara Oppenheim
Mengurut dengan
kuat tibia dan otot tibialis anterior arah mengurut kebawah (distal)
ü Cara Gonda
Memencet
(menekan) satu jari kaki dan kemudian melepaskannya sekonyong koyong.
e)
Rangsangan
Meningeal
Untuk
mengetahui rangsangan selaput otak (misalnya pada meningitis) dilakukan
pemeriksaan :
(1)
Kaku
kuduk
Bila leher di tekuk secara pasif terdapat tahanan, sehingga dagu
tidak dapat menempel pada dada --- Kaku kuduk positif (+)
(2)
Tanda
Brudzunsky I
Letakkan satu
tangan pemeriksa di bawah kepala klien dan tangan lain di dada klien untuk
mencegah badan tidak terangkat.Kemudian kepala klien di fleksikan kedada secara pasif.Brudzinsky I
positif (+)
(3)
Tanda
Brudzinsky II
Tanda
brudzinsky II positif (+) bila fleksi klien pada sendi panggul secara pasif
akan diikuti oleh fleksi tungkai lainnya pada sendi panggul dan lutut.
(4)
Tanda
kerniq
Fleksi tungkai
atas tegak lurus,lalu dicoba meluruskan tungkai bawah pada sendi lutut
normal-,bila tungkai membentuk sudut 1350 terhadap tungkai atas. Kerniq + bila
ekstensi lutut pasif akan menyebabkan rasa sakit tebila ekstensi lutut pasif
akan menyebabkan rasa sakit terhadap hambatan.
(5)
Test
lasegue
Fleksi sendi
paha dengan sendi lutut yang lurus akan menimbulkan nyeri sepanjang
Mischiadicus.
f)
Data
Penunjang
(1)
Laboratorium
ü Hematologi
ü Kimia klinik
(2)
Radiologi
ü CT Scan: Memperlihatkan adanya edema , hematoma, iskemia dan adanya
infark
ü MRI: Menunjukan daerah yang mengalami infark, hemoragik.
ü Sinar X Tengkorak: Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal
Diagnosa keperawatan
1. Kerusakan mobilitas fisik b.d penurunan kekuatan otot, kontrol
2. perfusi jaringanm tidak efektif berhubungan dengan perdarahan otak. Oedem
otak
3. Kurang perawatan diri b.d kelemahan fisik
4. Kerusakan komunikasi verbal b.d kerusakan otak
5. Resiko kerusakan integritas kulit b.d faktor mekanik
6. Resiko
infeksi b.d penurunan pertahanan primer
Rencana keperawatan
No
|
Diagnosa
|
Tujuan/KH
|
Intervensi
|
Rasional
|
1.
|
Kerusakan
mobilitas fisik b.d penurunan kekuatan
otot
|
NOC :
Ambulasi/ROM normal dipertahankan.
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan 5x24 jam
KH:
o Sendi tidak kaku
o Tidak terjadi atropi otot
|
NIC :
1.Terapi latihan
Mobilitas sendi
o Jelaskan pada klien&kelg tujuan latihan
pergerakan sendi.
o Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama
latihan
o Gunakan pakaian yang longgar
o Kaji kemampuan klien terhadap pergerakan
o Encourage ROM aktif
o Ajarkan ROM aktif/pasif pada klien/keluarga.
o Ubah posisi klien tiap 2 jam.
o Kaji perkembangan/kemajuan latihan
2. Self care Assistance
o Monitor kemandirian klien
o bantu perawatan diri klien dalam hal:
makan,mandi, toileting.
o Ajarkan keluarga dalam pemenuhan perawatan
diri klien.
|
Pergerakan
aktif/pasif bertujuan untuk mempertahankan fleksibilitas sendi
Ketidakmampuan
fisik dan psikologis klien dapat menurunkan perawatan diri sehari-hari dan
dapat terpenuhi dengan bantuan agar kebersihan diri klien dapat terjaga
|
2.
|
Perfusi
jaringan cerebral tidak efektif b.d perdarahan otak, oedem
|
o NOC: perfusi jaringan cerebral. Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 5 x 24 jam perfusi jaringan adekuat
dengan indikator :
o Perfusi jaringan yang adekuat didasarkan pada
tekanan nadi perifer, kehangatan kulit, urine output yang adekuat dan tidak
ada gangguan pada respirasi
|
NIC : Perawatan sirkulasi
Peningkatan
perfusi jaringan otak
Aktifitas :
1. Monitor status neurologik
2. monitor status respitasi
3. monitor bunyi jantung
4. letakkan kepala dengan posisi agak
ditinggikan dan dalam posisi netral
5. kelola obat sesuai order
6. berikan Oksigen sesuai indikasi
|
1. mengetahui kecenderungan tk kesadaran dan
potensial peningkatan TIK dan mengetahui lokasi. Luas dan kemajuan kerusakan
SSP
2. Ketidakteraturan pernapasan dapat memberikan
gambaran lokasi kerusakan/peningkatan TIK
3. Bradikardi dapat terjadi sebagai akibat
adanya kerusakan otak.
4. Menurunkan tekanan arteri dengan
meningkatkan drainase & meningkatkan sirkulasi
5. Pencegahan/pengobatan penurunan TIK
6. Menurunkan hipoksia
|
3.
|
Resiko
infeksi b.d penurunan pertahan primer
|
NOC : Risk Control Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 3 x 24 jam klien tidak mengalami infeksi
KH:
o Klien bebas dari tanda-tanda infeksi
o Klien mampu menjelaskan tanda&gejala
infeksi
|
NIC : Cegah
infeksi
1. Mengobservasi & melaporkan tanda &
gejala infeksi, seperti kemerahan, hangat, rabas dan peningkatan suhu badan
2. mengkaji suhu klien netropeni setiap 4 jam,
melaporkan jika temperature lebih dari 380C
3. Menggunakan thermometer elektronik atau
merkuri untuk mengkaji suhu
4.
Catat dan
laporkan nilai laboratorium
5. Kaji warna kulit, kelembaban kulit, tekstur
dan turgor lakukan dokumentasi yang tepat pada setiap perubahan
6. Dukung untuk konsumsi diet seimbang,
penekanan pada protein untuk pembentukan system imun
|
1.Onset infeksi dengan system imun diaktivasi
& tanda infeksi muncul
2.Klien dengan netropeni tidak memproduksi
cukup respon inflamasi karena itu panas biasanya tanda & sering merupakan
satu-satunya tanda
3.Nilai suhu memiliki konsekuensi yang penting
terhadap pengobatan yang tepat
4.Nilai lab berkorelasi dgn riwayat klien
& pemeriksaan fisik utk memberikan pandangan menyeluruh
5.Dapat mencegah kerusakan kulit, kulit yang
utuh merupakan pertahanan pertama terhadap mikroorganisme
6.Fungsi imun dipengaruhi oleh intake protein
|
4.
|
Defisit perawatan diri b.d kelemahan fisik
|
NOC : Self
Care Assistance( mandi, berpakaian, makan, toileting.
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 5 x 24 jam Klien dapat memenuhi
kebutuhan perawatan diri
KH:
-Klien
terbebas dari bau, dapat makan sendiri, dan berpakaian sendiri
|
NIC : Self
Care
1. Observasi kemampuan klien untuk mandi,
berpakaian dan makan.
2. Bantu klien dalam posisi duduk, yakinkan
kepala dan bahu tegak selama makan dan 1 jam setelah makan
3. Hindari kelelahan sebelum makan, mandi dan
berpakaian
4. Dorong klien untuk tetap makan sedikit tapi
sering
|
1. Dengan menggunakan intervensi langsung dapat
menentukan intervensi yang tepat untuk klien
2. Posisi duduk membantu proses menelan dan
mencegah aspirasi
3. Konservasi energi meningkatkan toleransi
aktivitas dan peningkatan kemampuan perawatan diri
4. Untuk meningkatkan nafsu makan
|
5.
|
Resiko
kerusakan intagritas kulit b.d faktor mekanik
|
NOC:
mempertahankan integritas kulit
Setelah
dilakukan perawatan 5 x 24 jam integritas kulit tetap adekuat dengan
indikator :
Tidak terjadi
kerusakan kulit ditandai dengan tidak adanya kemerahan, luka dekubitus
|
NIC: Berikan
manajemen tekanan
1. Lakukan penggantian alat tenun setiap hari
dan tempatkan kasur yang sesuai
2. Monitor kulit adanya area kemerahan/pecah2
3. monitor area yang tertekan
4. berikan masage pada punggung/daerah yang
tertekan serta berikan pelembab pad area yang pecah2
5. monitor status nutrisi
|
1. Meningkatkan kenyamanan dan mengurangi
resiko gatal-gatal
2. Menandakan gejala awal à lajutan kerusakan integritas kulit
3. Area yang tertekan biasanya sirkulasinya
kurang optimal shg menjadi pencetus lecet
4. Memperlancar sirkulasi
5. Status nutrisi baik dapat membantu mencegah
keruakan integritas kulit.
|
6
|
Kurang
pengetahuan b.d kurang mengakses informasi kesehatan
|
NOC :
Pengetahuan klien meningkat
KH:
-Klien dan
keluarga memahami tentang penyakit Stroke, perawatan dan pengobatan
|
NIC : Pendidikan kesehatan
1. Mengkaji kesiapan dan kemampuan klien untuk
belajar
2. Mengkaji pengetahuan dan ketrampilan klien
sebelumnya tentang penyakit dan pengaruhnya terhadap keinginan belajar
3. Berikan materi yang paling penting pada
klien
4. Mengidentifikasi sumber dukungan utama dan
perhatikan kemampuan klien untuk belajar dan mendukung perubahan perilaku
yang diperlukan
5. Mengkaji keinginan keluarga untuk mendukung
perubahan perilaku klien
6. Evaluasi hasi pembelajarn klie lewat
demonstrasi dan menyebutkan kembali materi yang diajarkan
|
Proses
belajar tergantung pada situasi tertentu, interaksi social, nilai budaya dan
lingkungan
Informasi
baru diserap meallui asumsi dan fakta sebelumnya dan bias mempengaruhi proses
transformasi
Informasi
akan lebih mengena apabila dijelaskan dari konsep yang sederhana ke yang
komplek
Dukungan
keluarga diperlukan untuk mendukung perubahan perilaku
|
DAFTAR PUSTAKA
Batticaca,
Fransisca B. (2008). Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan Sistem
Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika.
Carpenito,
Lynda Juall. 2007. Buku Saku Diagnosa
Keperawatan. Edisi 10. Jakarta: EGC.
Corwin,
Elizabeth J. (2009).Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC
Dewanto, et al.
(2009). Panduan Praktis Diagnosis & Tata Laksana Penyakit Saraf.
Jakarta:EGC
Ginsberg,
Lionel. (2007). Lecture Notes:
Neurology. Jakarta: Erlangga
Muttaqin, Arif. (2008). BukuAjar Asuhan Keperawatan Klien dengan
Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta: Penerbit Salemba Medika.
Smeltzer and
Bare. (2002). Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah Volume 3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Tobing, Lumban.
(2001). Neurogeriatri. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Wlkinson,
Judith M .2002. Diagnosa Keperawatan dengan NIC dan NOC. Alih bahasa: Widyawati
dkk. Jakarta:EGC DOWNLOAD VERSI DOCX DI SINI
|
FADHIL AKMAL
MASUKKAN TOMBOL TWEET DISINI |
|
0 komentar:
Posting Komentar