KONSEP DASAR
1.
Pengertian
Batu saluran kemih adalah adanya batu di traktus urinarius. (ginjal,
ureter, atau kandung kemih, uretra) yang
membentuk kristal; kalsium, oksalat, fosfat, kalsium urat, asam urat dan
magnesium.(Brunner & Suddath,2002).
Batu saluran kemih atau Urolithiasis adalah adanya batu di dalam saluran kemih. (Luckman dan
Sorensen). Dari dua definisi tersebut diatas saya mengambil kesimpulan bahwa
batu saluran kemih adalah adanya batu di
dalam saluran perkemihan yang meliputi ginjal,ureter,kandung kemih dan uretra.
2.
Etiologi
Penyebab
terbentuknya batu saluran kemih sampai saat ini belum diketahui pasti, tetapi
ada beberapa faktor predisposisi terjadinya batu pada saluran kemih yaitu:
a.
Infeksi
Infeksi saluran kencing dapat menyebabkan nekrosis jaringan ginjal dan akan
menjadi inti pembentukan batu saluran kemih . Infeksi bakteri akan memecah
ureum dan membentuk amonium yang akan mengubah pH urine menjadi alkali.
b.
Stasis dan Obstruksi urine
Adanya obstruksi dan stasis urine akan mempermudah pembentukan batu saluran
kemih.
c.
Ras
Pada daerah tertentu angka kejadian batu saluran kemih lebih tinggi
daripada daerah lain, Daerah seperti di Afrika Selatan hampir tidak dijumpai
penyakit batu saluran kemih.
d.
Keturunan
e.
Air minum
Memperbanyak diuresis dengan cara banyak minum air akan mengurangi
kemungkinan terbentuknya batu ,sedangkan kurang minum menyebabkan kadar semua
substansi dalam urine meningkat
f.
Pekerjaan
Pekerja keras yang banyak bergerak mengurangi kemungkinan terbentuknya batu
daripada pekerja yang lebih banyak duduk.
g.
Suhu
Tempat yang bersuhu panas
menyebabkan banyak mengeluarkan keringat sedangkan asupan air kurang dan
tingginya kadar mineral dalam air minum meningkatkan insiden batu saluran kemih
h.
Makanan
Masyarakat yang banyak mengkonsumsi
protein hewani angka morbiditasbatu saluran kemih berkurang. Penduduk yang
vegetarian yang kurang makan putih telur lebih sering menderita batu saluran
kemih ( buli-buli dan Urethra ).
3.
Patofisiologi
4.
Manifestasi klinis
Manifestasi klinis adanya batu dalam
traktus urinarius tergantung pada adanya obstruksi, infeksi dan edema.
a.
Ketika batu menghambat aliran urin,
terjadi obstruksi piala ginjal serta ureter proksimal.
1)
Infeksi pielonefritis dan sintesis
disertai menggigil, demam dan disuria, dapat terjadi iritasi batu yang terus
menerus. Beberapa batu menyebabkan sedikit gejala, namun secara perlahan
merusak unit fungsional (nefron) ginjal.
2)
Nyeri hebat dan ketidaknyamanan.
b.
Batu di ginjal
1)
Nyeri dalam dan terus menerus di
area kontovertebral.
2)
Hematuri.
3)
Nyeri berasal dari area renal
menyebar secara anterior dan pada wanita nyeri kebawah mendekati kandung kemih
sedangkan pada pria mendekati testis.
4)
Mual dan muntah.
5)
Diare.
c.
Batu di ureter
1)
Nyeri menyebar kepaha dan genitalia.
2)
Rasa ingin berkemih namun hanya
sedikit urin yang keluar.
3)
Hematuri akibat abrasi batu.
4)
Biasanya batu keluar secara spontan
dengan diameter batu 0,5 – 1 cm.
d.
Batu di kandung kemih
1)
Biasanya menimbulkan gejala iritasi
dan berhubungan dengan infeksi traktus urinarius dan hematuri.
2)
Jika batu menimbulkan obstruksi pada
leher kandung kemih akan terjadi retensi urin.
5.
Komplikasi
a.
Obstruksi
b.
Hidronephrosis.
c.
Gagal ginjal
d.
Perdarahan.
e.
Pada laki-laki dapat terjadi
impoten.
6.
Pemeriksaan diagnostik
a.
Urinalisa ; warna mungkin kuning, coklat
gelap, berdarah, secara umum menunjukan SDM, SDP, kristal ( sistin,asam
urat,kalsium oksalat), pH asam (meningkatkan sistin dan batu asam urat) alkali
( meningkatkan magnesium, fosfat
amonium, atau batu kalsium fosfat), urine 24 jam :kreatinin, asam urat kalsium,
fosfat, oksalat, atau sistin mungkin meningkat), kultur urine menunjukan ISK,
BUN/kreatinin serum dan urine; abnormal (tinggi pada serum/rendah pada urine)
sekunder terhadap tingginya batu obstruktif pada ginjal menyebabkan
iskemia/nekrosis.
b.
Darah lengkap: Hb,Ht,abnormal bila
psien dehidrasi berat atau polisitemia.
c.
Hormon Paratyroid mungkin meningkat
bila ada gagal ginjal ( PTH. Merangsang reabsobsi kalsium dari tulang,
meningkatkan sirkulasi serum dan kalsium
urine.
d.
Foto Rntgen; menunjukan adanya
kalkuli atau perubahan anatomik pada area ginjal dan sepanjang ureter.
e.
IVP: memberikan konfirmasi cepat
urolithiasis seperti penyebab nyeri, abdominal atau panggul.Menunjukan
abnormalitas pada struktur anatomik (distensi ureter).
f.
Sistoureterokopi;visualiasi kandung
kemih dan ureter dapat menunjukan batu atau efek obstruksi.
g.
USG ginjal: untuk menentukan
perubahan obstruksi,dan lokasi batu.
7.
Penatalaksanaan
a.
Tujuan:
1)
Menghilangkan obstruksi
2)
Mengobati infeksi.
3)
Mencegah terjadinya gagal ginjal.
4)
Mengurangi kemungkinan terjadinya
rekurensi (terulang kembali).
b.
Operasi dilakukan jika:
1)
Sudah terjadi stasis/bendungan.
2)
Tergantung letak dan besarnya batu,
batu dalam pelvis dengan bendungan positif harus dilakukan operasi.
c.
Therapi
1)
Analgesik untuk mengatasi nyeri.
2)
Allopurinol untuk batu asam urat.
3)
Antibiotik untuk mengatasi infeksi.
d.
Diet
Diet atau pengaturan makanan sesuai jenis batu yang ditemukan.
1)
Batu kalsium oksalat
Makanan yang harus dikurangi adalah jenis makanan yang mengandung kalsium
oksalat seperti: bayam, daun sledri, kacang-kacangngan, kopi, coklat; sedangkan
untuk kalsium fosfat mengurangi makanan yang mengandung tinggi kalsium seperti
ikan laut, kerang, daging, sarden, keju dan sari buah.
2)
Batu struvite; makanan yang perlu
dikurangi adalah keju, telur, susu dan daging.
3)
Batu cystin; makanan yang perlu
dikurangi antara lain sari buah, susu, kentang.
4)
Anjurkan konsumsi air putih kurang
lebih 3 -4 liter/hari serta olah raga secara teratur.
Asuhan Keperawatan
1.
Pengkajian
a.
Pola persepsi kesehatan dan
pemeliharaan kesehatan
1)
Riwayat penyakit ginjal akut dan
kronik.
2)
Riwayat infeksi saluran kemih.
3)
Pajanan lingkungan: zat-zat kimia.
4)
Keturunan.
5)
Alkoholik, merokok.
6)
Untuk pasien wanita: jumlah dan tipe
persalinan (SC, forseps, penggunaan kontrasepsi).
b.
Pola nutrisi metabolik
1)
Mual, muntah.
2)
Demam.
3)
Diet tinggi purin oksalat atau
fosfat.
4)
Kebiasaan mengkonsumsi air minum.
5)
Distensi abdominal, penurunan bising
usus.
6)
Alkoholik
c.
Pola eliminasi
1)
Perubahan pola eliminasi: urin
pekat, penurunan output.
2)
Hematuri.
3)
Rasa terbakar, dorongan berkemih.
4)
Riwayat obstruksi.
5)
Penurunan hantaran urin, kandung
kemih.
d.
Pola aktivitas dan latihan
1)
Pekerjaan (banyak duduk).
2)
Keterbatasan aktivitas.
3)
Gaya hidup (olah raga).
e.
Pola tidur dan istirahat
1)
Demam, menggigil.
2)
Gangguan tidur akibat rasa nyeri.
f.
Pola persepsi kognitif
1)
Nyeri: nyeri yang khas adalah nyeri
akut tidak hilang dengan posisi atau tindakan lain, nyeri tekan pada area
ginjal pada palpasi
2.
Diagnosa Keperawatan
a.
Nyeri berhubungan dengan iritasi pada
saluran kemih
b.
Perubahan pola eliminasi: urine
berhubungan dengan obstruksi karena batu.
c.
Risiko tinggi kekurangan volume
cairan berhubungan dengan mual dan muntah
d.
Ketidakefektifan management regiment
terapeutik tentang perawatan post operasi dan pencegahan berhubungan dengan
kurangnya pengetahuan/informasi
No
|
Diagnosa
|
Tujuan/KH
|
Intervensi
|
Rasional
|
1.
|
Nyeri berhubungan dengan adanya iritasi pada saluran
kemih
|
Hasil yang
diharapkan:
-
Pasien bebas dari rasa nyeri
-
Pasien tampak rileks, bisa tidur
dan istirahat.
|
1.
Kaji karakteristik nyeri ( lokasi,
lama, intensitas dan radiasi)
2.
Observasi tanda-tanda vital,
tensi, nadi, cemas
3.
Jelaskan penyebab rasa nyeri
4.
Ciptakan lingkungan yang nyaman
5.
Bantu untuk mengalihkan rasa
nyeri: teknik napas dalam.
6.
Beri kompres hangat pada punggung
7.
Kolaborasi dengan dokter untuk
pemberian analgetik
|
1.
membantu mengevaluasi perkembangan
dari obstruksi.
2.
nyeri hebat ditandai dengan
peningkatan tekanan darah dan nadi.
3.
mengurangi kecemasan pasien.
4.
meningkatkan relaksasi, menurunkan
tegangan otot.
5.
meningkatkan relaksasi dan
mengurangi nyeri.
6.
mengurangi ketegangan otot.
7.
analgetik menghilangkan rasa
nyeri.
|
2.
|
Perubahan pola elminasi: urine berhubungan dengan
inflamasi, obstruksi karena batu.
|
Hasil yang
diharapkan:
-
Pola eliminasi urine dan output
dalam batas normal.
-
Tidak menunjukkan tanda-tanda
obstruksi (tidak ada rasa sakit saat berkemih, pengeluaran urin lancar).
|
1.
Monitor intake dan output.
2.
Anjurkan untuk meningkatkan cairan
per oral 3 – 4 liter per hari.
3.
Kaji karakteristik urine
4.
Kaji pola Bak normal pasien, catat
kelainnya.
|
1.
menginformasikan fungsi ginjal.
2.
mempermudah pengeluaran batu,
mencegah terjadinya pengendapan.
3.
adanya darah merupakan indikasi
meningkatnya obstruksi/iritasi ureter.
4.
batu dapat menyebabkan rangsangan
mervus yang menyebabkan sensasi untuk buang air kecil
|
3.
|
Risiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan
dengan mual dan muntah.
|
Hasil yang
diharapkan:
-
Keseimbangan cairan adekuat
-
Turgor kulit baik
|
1.
Monitor intake dan output
2.
Berikan intake cairan 3 – 4 liter
per hari.
3.
Monitor tanda-tanda vital, turgor
kulit, membran mukosa.
4.
Berikan cairan intra vena sesuai
intruksi dokter.
5.
Kalau perlu berikan obat anti
enemik.
|
1.
membandingkan secara aktual dan
mengantisipasi output yang dapat dijadikan tanda adanya renal stasis
2.
menjaga keseimbangan cairan untuk
homeostasis.
3.
dapat menunjukkan tanda-tanda dehidrasi.
4.
menjaga keseimbangan cairan bila
intake per oral kurang.
5.
mengurangi mual dan muntah.
|
4.
|
Ketidakefektifan management regiment terapeutik
tentang perawatan post operasi dan pencegahan berhubungan dengan kurangnya
pengetahuan/informasi
|
Hasil yang
diharapkan:
-
Pasien mengungkapkan proses
penyakit, faktor-faktor penyebab.
-
Pasien dapat berpartisipasi dalam
perawatan.
|
1.
Kaji pengetahuan pasien/tanyakan
proses sakit dan harapan pasien.
2.
Jelaskan pentingnya peningkatan
cairan per oral 3 – 4 liter per hari.
3.
Jelaskan dan anjurkan pasien untuk
melakukan aktivitas secara teratur.
4.
Identifikasi tanda-tanda nyeri,
hematuri, oliguri.
5.
Jelaskan prosedur pengobatan dan
perubahan gaya hidup.
|
1.
mengetahui tingkat pengetahuan
pasien dan memimih cara untuk komunikasi yang tepat.
2.
dapat mengurangi stasis urine dan
mencagah terjadinya batu.
3.
kurang aktivitas mempengaruhi
terjadinya batu.
4.
mendeteksi secara dini, komplikasi
yang serius dan berulangnya penyakit.
5.
membantu pasien merasakan,
mengontrol melalui apa yang terjadi dengan dirinya.
|
DAFTAR PUSTAKA
Razak B., 1992.
Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Pembentukan
Batu Saluran Kemih di Ujung Pandang dan di Tana Toraja.
Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. Brunner and Suddarth’s textbook of medical –
surgical nursing. 8th Edition. Alih bahasa : Waluyo, A. Jakarta: EGC; 2002
Purnomo, B.B., 2011.
Dasar-dasar Urologi. Edisi ke 3, CV. Sagung Seto, Jakarta.
Pilasri C., 2007.
Epidemiology Study of Urolithiasis in South of Northteast Thailand.
http://cmp.ubu.ac.th. Di akses pada 26 Juni 2011.
DepKes RI, 2002.
Statistik Rumah Sakit di Indonesia. Seri 3, Morbiditas dan Mortalitas
Direktorat Jendral Pelayanan Medik.
http://yanmedik-depkes.net/statistik_rs_2002. Di akses pada 19 Juni 2011.
Depkes RI., 2005.
Distribusi Penyakit-Penyakit Sistem Kemih Kelamin Pasien Rawat Inap Menurut Golongan Sebab Sakit
Indonesia
Hardjoeno., dkk, 2006.
Profil Analisis Batu Saluran Kemih di Laboraturium Patologi Klinik. Indonesia
journal of Clinical Pathology and Medical Laboratory, vol 12, No 3, Makasar.
Lina N., 2008.
Faktor-Faktor Kejadian Batu Saluran Kemih Pada Laki- Laki. Tesis Mahasiswa
Pasca Sarjana Epidemiologi UNDIP.DOWNLOAD VERSI DOCX NYA DI SINI
|
FADHIL AKMAL
MASUKKAN TOMBOL TWEET DISINI |
|
0 komentar:
Posting Komentar