;

Minggu, 24 Juli 2016

LAPORAN PENDAHULUAN : HIPERTENSI

Minggu, 24 Juli 2016

Hipertensi, Tekanan Darah Tinggi, Penyakit Jantung


A.    PENGERTIAN
Hipertensi adalah  tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan diastoliknya di atas 90 mmHg. Pada populasi manula, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmhg dan tekanan diastolic 90 mmHg ( Smeltzer, 2001).
Menurut Price (2005) Tekanan darah tinggi atau hipertensi adalah kondisi medis di mana terjadi peningkatan tekanan darah secara kronis (dalam jangka waktu lama). Penderita yang mempunyai sekurang-kurangnya tiga bacaan tekanan darah yang melebihi 140/90 mmHg saat istirahat diperkirakan mempunyai keadaan darah tinggi.
Hipertensi berasal dari dua kata yaitu hiper yang berarti tinggi dan tensi yang artinya tekanan darah. Menurut American Society of Hypertension (ASH), pengertian hipertensi adalah suatu sindrom atau kumpulan gejala kardiovaskuler yang progresif, sebagai akibat dari kondisi lain yang kompleks dan saling berhubungan (Sani, 2008).
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan, hipertensi adalah peningkatan tekanan darah secara kronis dan persisten dimana tekanan sistolik diatas 140 mmHg dan tekanan diastoliknya di atas 90 mmHg.
B.     ETIOLOGI
Sekitar 20% populasi dewasa mengalami hipertensi, lebih dari 90% diantara mereka menderita hipertensi essensial (primer), dimana tidak dapat ditentukan penyebab medisnya. Sisanya mengalami kenaikan tekanan darah dengan penyebab tertentu (hipertensi sekunder). ( Smeltzer, 2001).
Hipertensi berdasarkan penyebabnya dibagi menjadi 2 jenis :
1.   Hipertensi primer atau esensial adalah hipertensi yang tidak / belum diketahui penyebabnya (terdapat pada kurang lebih 90 % dari seluruh hipertensi).
2.   Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang disebabkan/ sebagai akibat dari adanya penyakit lain. ( Smeltzer, 2001).
Hipertensi primer kemungkinan memiliki banyak penyebab, seperti; beberapa perubahan pada jantung dan pembuluh darah kemungkinan bersama-sama menyebabkan meningkatnya tekanan darah. (Price, 2005)
Jika penyebabnya diketahui, maka disebut hipertensi sekunder. Pada sekitar 5-10% penderita hipertensi, penyebabnya adalah penyakit ginjal. Pada sekitar 1-2%, penyebabnya adalah kelainan hormonal atau pemakaian obat tertentu (misalnya pil KB). ( Smeltzer, 2001)
Penyebab hipertensi lainnya yang jarang adalah feokromositoma, yaitu tumor pada kelenjar adrenal yang menghasilkan hormon epinefrin (adrenalin) atau norepinefrin (noradrenalin). (Price, 2005)
Beberapa penyebab terjadinya hipertensi sekunder :
1.      Penyakit Ginjal
a.       Stenosis arteri renalis
b.      Pielonefritis
c.       Glomerulonefritis
d.      Tumor-tumor ginjal
e.       Penyakit ginjal polikista (biasanya diturunkan)
f.       Trauma pada ginjal (luka yang mengenai ginjal)
g.      Terapi penyinaran yang mengenai ginjal.
2.      Kelainan Hormonal
a.       Hiperaldosteronism
b.      Sindroma Cushing
c.       Feokromositoma
3.      Obat-obatan
a.       Pil KB
b.      Kortikosteroid
c.       Siklosporin
d.      Eritropoietin
e.       Kokain
f.       Penyalahgunaan alkohol
g.      Kayu manis (dalam jumlah sangat besar)
4.      Penyebab Lainnya
a.       Koartasio aorta
b.      Preeklamsi pada kehamilan
c.       Porfiria intermiten akut
d.      Keracunan timbal akut
Adapun penyebab lain dari hipertensi yaitu :
a.       Peningkatan kecepatan denyut jantung
b.      Peningkatan volume sekuncup yang berlangsung lama
c.       Peningkatan TPR yang berlangsung lama

D. Faktor predisposisi
Berdasarkan faktor pemicu, Hipertensi dapat disebabkan oleh beberapa hal seperti umur, jenis kelamin, dan keturunan. Hipertensi juga banyak dijumpai pada penderita kembar monozigot (satu telur), apabila salah satunya menderita Hipertensi. Dugaan ini menyokong bahwa faktor genetik mempunyai peran didalam terjadinya Hipertensi. (Smeltzer, 2001).
Sedangkan yang dapat dikontrol seperti kegemukan/obesitas, stress, kurang olahraga, merokok, serta konsumsi alkohol dan garam. Faktor lingkungan ini juga berpengaruh terhadap timbulnya hipertensi esensial. Hubungan antara stress dengan Hipertensi, diduga melalui aktivasi saraf simpatis. Saraf simpatis adalah saraf yang bekerja pada saat kita beraktivitas, saraf parasimpatis adalah saraf yang bekerja pada saat kita tidak beraktivitas. (Price, 2005)
Peningkatan aktivitas saraf simpatis dapat meningkatkan tekanan darah secara intermitten (tidak menentu). Apabila stress berkepanjangan, dapat mengakibatkan tekanan darah menetap tinggi. Walaupun hal ini belum terbukti, akan tetapi angka kejadian di masyarakat perkotaan lebih tinggi dibandingkan dengan di pedesaan. Hal ini dapat dihubungkan dengan pengaruh stress yang dialami kelompok masyarakat yang tinggal di kota. (Price, 2005)

Berdasarkan penyelidikan, kegemukan merupakan ciri khas dari populasi Hipertensi dan dibuktikan bahwa faktor ini mempunyai kaitan yang erat dengan terjadinya  Hipertensi dikemudian hari. Walaupun belum dapat dijelaskan hubungan antara obesitas dan hipertensi esensial, tetapi penyelidikan membuktikan bahwa daya pompa jantung dan sirkulasi volume darah penderita obesitas dengan hipertensi lebih tinggi dibandingan dengan penderita yang mempunyai berat badan normal. ( Smeltzer, 2001).

E.     Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di pusat vasomotor, pada medulla di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ke ganglia simpatis di torak dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui system saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsangan vasokonstriktor. Individu dengan hipertensi sangat sensitive terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi. (Smeltzer, 2001).
Pada saat bersamaan dimana system simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respon rangsang emosi. Kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respon vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal, mengakibatnkan pelepasan rennin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, saat vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormone ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor tersebut cenderung mencetuskan keadaan hipertensi. (Price, 2005)

F.     PATHWAY (Smeltzer, 2001).


G.    Manefestasi Klinis
Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala; meskipun secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya berhubungan dengan tekanan darah tinggi (padahal sesungguhnya tidak). Gejala yang dimaksud adalah sakit kepala, perdarahan dari hidung, pusing, wajah kemerahan dan kelelahan; yang bisa saja terjadi baik pada penderita hipertensi, maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang normal.  (Price, 2005)
Jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul gejala berikut:
  1. Sakit kepala
  2. Kelelahan
  3. Mual
  4. Muntah
  5. Sesak nafas
  6. Gelisah
Pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada otak, mata, jantung dan ginjal. (Price, 2005)
Kadang penderita hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran dan bahkan koma karena terjadi pembengkakan otak. Keadaan ini disebut ensefalopati hipertensif, yang memerlukan penanganan segera. (Price, 2005)



H.    Klasifikasi
The Joint National Committee on Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure membuat suatu klasifikasi baru yaitu :
Klasifikasi Tekanan Darah untuk Dewasa Usia 18 Tahun atau Lebih *
Kategori
Sistolik (mmhg)
Diastolik (mmhg)
Normal
< 130
<85
Normal tinggi
130-139
85-89
Hipertensi

Tingkat 1 (ringan)
140-159
90-99
Tingkat 2 (sedang)
160-179
100-109
Tingkat 3 (berat)
≥180
≥110

Tidak minum obat antihipertensi dan tidak sakit akut. Apabila tekanan sistolik dan diastolik turun dalam kategori yang berbeda, maka yang dipilih adalah kategori yang lebih tinggi. berdasarkan pada rata-rata dari dua kali pembacaan atau lebih yang dilakukan pada setiap dua kali kunjungan atau lebih setelah skrining awal. (Smeltzer, 2001).
Pada pemeriksaan tekanan darah akan didapat dua angka. Angka yang lebih tinggi diperoleh pada saat jantung berkontraksi (sistolik), angka yang lebih rendah diperoleh pada saat jantung berelaksasi (diastolik). Tekanan darah kurang dari 120/80 mmHg didefinisikan sebagai "normal". Pada tekanan darah tinggi, biasanya terjadi kenaikan tekanan sistolik dan diastolik. Hipertensi biasanya terjadi pada tekanan darah 140/90 mmHg atau ke atas, diukur di kedua lengan tiga kali dalam jangka beberapa minggu. (Price, 2005)
Pada hipertensi sistolik terisolasi, tekanan sistolik mencapai 140 mmHg atau lebih, tetapi tekanan diastolik kurang dari 90 mmHg dan tekanan diastolik masih dalam kisaran normal. Hipertensi ini sering ditemukan pada usia lanjut. Sejalan dengan bertambahnya usia, hampir setiap orang mengalami kenaikan tekanan darah; tekanan sistolik terus meningkat sampai usia 80 tahun dan tekanan diastolik terus meningkat sampai usia 55-60 tahun, kemudian berkurang secara perlahan atau bahkan menurun drastis. (Price, 2005)
Disamping itu juga terdapat hipertensi pada kehamilan (pregnancy-induced hypertension/PIH) PIH adalah jenis hipertensi sekunder karena hipertensinya reversible setelah bayi lahir. PIH tampaknya terjadi akibat dari kombinasi peningkatan curah jantung dan TPR. Selama kehamilan normal volume darah meningkat secara drastis. Pada wanita sehat, peningkatan volume darah diakomodasikan oleh penurunan responsifitas vascular terhadap hormon-hormon vasoaktif, misalnya angiotensin II. Hal ini menyebabkan TPR berkurang pada kehamilan normal dan tekanan darah rendah. Pada wanita dengan PIH, tidak terjadi penurunan sensitivitas terhadap vasopeptida-vasopeptida tersebut, sehingga peningkatan besar volume darah secara langsung meningkatkan curah jantung dan tekanan darah. PIH dapat timbul sebagai akibat dari gangguan imunologik yang mengganggu perkembangan plasenta. PIH sangat berbahaya bagi wanita dan dapat menyebabkan kejang, koma, dan kematian. (Smeltzer, 2001).

I.       Komplikasi
Adapun komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit hipertensi menurut TIM POKJA RS Harapan Kita (2003:64) dan Dr. Budhi Setianto (Depkes, 2007)  adalah diantaranya :
1.      Penyakit pembuluh darah otak seperti stroke, perdarahan otak, transient ischemic attack (TIA).
2.      Penyakit jantung seperti gagal jantung, angina pectoris, infark miocard acut (IMA).
3.      Penyakit ginjal seperti gagal ginjal.
4.      Penyakit mata seperti perdarahan retina, penebalan retina, oedema pupil.

J.      Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang menurut FKUI (2003:64) dan Dosen Fakultas kedokteran USU, Abdul Madjid (2004), meliputi :
1.      Pemeriksaan laboratorium rutin yang dilakukan sebelum memulai terapi bertujuan menentukan adanya kerusakan organ dan factor resiko lain atau mencari penyebab hipertensi. Biasanya diperiksa urin analisa, darah perifer lengkap, kimia darah (kalium, natrium, kreatinin, gula darah puasa, kolesterol total, HDL, LDL
2.      Pemeriksaan EKG. EKG (pembesaran jantung, gangguan konduksi), IVP (dapat mengidentifikasi hipertensi, sebagai tambahan dapat dilakukan pemerisaan lain, seperti klirens kreatinin, protein, asam urat, TSH  dan ekordiografi.
3.      Pemeriksaan diagnostik meliputi BUN /creatinin (fungsi ginjal), glucose (DM) kalium serum (meningkat menunjukkan aldosteron yang meningkat), kalsium serum (peningkatan dapat menyebabkan hipertensi: kolesterol dan tri gliserit (indikasi pencetus hipertensi), pemeriksaan tiroid (menyebabkan vasokonstrisi), urinanalisa protein, gula (menunjukkan disfungsi ginjal), asam urat (factor penyebab hipertensi).
4.      Pemeriksaan radiologi : Foto dada dan CT scan




KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A.    Pengkajian
1.      Aktivitas dan Istirahat
Gejala : kelemahan, keletihan, napas pendek, gaya hidup monoton.
Tanda : frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung, takipnea
2.      Sirkulasi
Gejala : riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner/katup dan penyakit serebrovaskular. Episode palpitasi, perspirasi.
Tanda : kenaikan TD (pengukuran serial dari kenaikan tekanan darah diperlukan untuk menegakan diagnosis). Hipotensi postural (mungkin berhubungna dengan regimen obat ). Nadi : denyutan jelas dari karotis, jugularis, radialis ; perbedaan denyut seperti denyut femoral melambat sebagai kompensasi denyutan radialis atau brakialis; denyut popliteal, tibialis posterior, pedalis tidak teraba atau lemah. Frekuensi/irama : takikardia berbagai disritmia. Bunyi jantung : terdengar S2 pada dasar ; S3 (CHF dini); S4 (pergeseran ventrikel kiri/hipertrofi ventrikel kiri). Murmur stenosis valvular. Ekstremitas ; perubahan warna kulit, suhu dingin (vasokonstriksi perifer) ; pengisian kapiler mungkin melambat /tertunda (vasokonstriksi)
3.      Integritas ego
Gejala : riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria, atau marah kronik (dapat mengindikasikan kerusakan serebral). Faktor-faktor stress multiple(hubungan, keuangan, yang berkaitan dengan pekerjaan).
Tanda : letupan suara hati, gelisah, penyempitan kontinu perhatian, tangisan yang meledak. Gerak tangan empati, otot muka tegang (khusus sekitar mata), gerakan fisik cepat, pernapasan menghela, peningkatan pola bicara.
4.      Eliminasi
Gejala : gangguan ginjal saat ini atau yang lalu (seperti, infeksi/obstruksi atau riwayat penyakit ginjal dimasa lalu).
5.      Makanan dan Cairan
Gejala : makanan yang disukai, yang dapat mencakup makanan tinggi garam, tinggi lemak, tinggi kolesterol (seperti makanan yang digoreng, keju, telur); kandungan tinggi kalori. Mual, muntah. Perubahan berat badan akhir-akhir ini (meningkat/menurun).
Tanda : berat badan normal atau obesitas. Adanya edema (mungkin umum atau tertentu); kongesti vena;  glukosuria (hampir 10% pasien hipertensi adalah diabetik)
6.      Neurosensori
Gejala : keluhan pening/pusing. Berdenyut. Sakit kepala suboksipital (terjadi saat bangun dan menghilang secara spontan stelah beberapa jam ).  Episode kebas/kelemahan pada satu sisi tubuh. Gangguan penglihatan (diplopia, penglihatan kabur).
Tanda : status mental : perubahan keterjagaan, orientasi, pola/isi bicara, afek, proses pikir, atau memori (ingatan). Respon motorik : penurunan kekuatan genggaman tangan dan /atau reflex tendon dalam. Perubahan-perubahan retinal optik: dari sklerosis/penyempitan arteri ringan sampai berat dan perubahan sklerotik dengan edema atau papiledema, eksudat, dan hemoragi tergantung pada berat/lamanya hipertensi.
7.      Nyeri dan ketidaknyamanan
Gejala : angina (penyakit arteri koroner/keterlibatan jantung). Nyeri hilang timbul pada tungkai/klaudasi (indikasi arteriosklerosis pada arteri ekstremitas bawah). Sakit kepala oksipital berat seperti yang pernah terjadi sebelumnya. Nyeri abdomen/massa (feokromositoma)
8.      Pernafasan
Gejala : dispnea yang berkaitan dengan aktivitas/kerja. Takipnea, ortopnea, dispnea nokturnal paroksismal. Batuk dengan/tanpa pembentukan sputum, riwayat merokok.
Tanda : distress respirasi/penggunaan otot aksesori pernapasan. Bunyi napas tambahan (krekles/mengi). Sianosis.
9.      Keamanan
Gejala : gangguan koordinasi/cara berjalan. Episode parestesia unilateral transien. Hipotensi posturnal.
10.  Pembelajaran dan Penyuluhan
Gejala : faktor-faktor risiko keluarga :hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung, DM, penyakit serebrovaskular/ginjal.




C. Diagnosa dan Rencana Keperawatan
No
Diagnosa Keperawatan
Tujuan
Intervensi
Rasional
1
Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru akibat oedem paru

Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan pola nafas pasien kembali efektif, dengan kriteria hasil :
a.   RR 16-20 x/mnt
b.   Tidak ada pernafasan cuping hidung, dan retraksi dada
c.   Bunyi nafas normal                (vesikuler) tidak ada bunyi nafas tambahan spt : krakels, ronchi
d.  Ekspansi dada simetris
e.   Secara verbal tidak ada keluhan sesak
1.1.      Kaji frekwensi kedalamam pernafasan dan ekspansi dada. Catat upaya pernafasan termasuk penggunaan otot-otot bantu
1.2.      Askultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas adventisius, spt :krekels,mengi, gesekan pleural
1.3.      Berikan posisi semi fowler bila tidak ada kontra indikasi
1.4.      Kolaborasi pemberian oksigen
1.      Kedalaman dan kecepatan pernafasan bervariasi tergantung derajat gagal nafas. Ekspansi dada yang terbatas berhubungan dengan atelektasis / nyeri dada pleuritik.
2.      Penurunan bunyi nafas akibat obstruksi sekunder terhadap perdarahan, kolaps jalan nafas serta kegagalan jalan nafas

3.      Memperbaiki jalan dan saturasi pernafasan

4.      Memaksimalkan pernafasan dan menurunkan kerja otot pernafasan
2
Gangguan perfusi serebral berhubungan dengan penurunan suplai oksigen otak

Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan Perfusi jaringan serebral pasien kembali efektif, dengan kriteria hasil :
1.         GCS normal ( 15 )
2.         Nilai TIK dalam batas normal    ( 0-15 mmHg )
3.         TTV normal ( RR 16-20 )


2.1.   Pantau TD, catat adanya hipertensi sistolik secara terus menerus dan tekanan nadi yang semakin berat.
2.2.   Pantau frekuensi jantung, catat adanya Bradikardi, Tacikardia atau bentuk Disritmia lainnya.
2.3.   Pantau pernapasan meliputi pola dan iramanya
2.4.   Catat status neurologis dengan teratur dan bandingkan dengan keadaan normalnya
2.5.   Berikan obat anti hipertensi
1.      Normalnya autoregulasi mempertahankan aliran darah otak yang konstan pada saat ada fluktuasi TD sistemik. Kehilangan autoregulasi dapat mengikuti kerusakan kerusakan vaskularisasi serebral lokal/menyebar.
2.      Perubahan pada ritme (paling sering Bradikardi) dan Disritmia dapat timbul yang mencerminkan adanya depresi/trauma pada batang otak pada pasien yang tidak memiliki kelainan jantung sebelumnya.
3.      Napas yang tidak teratur dapat menunjukkan lokasi adanya gangguan serebral dan memerlukan intervensi yang lebih lanjut.
4.      Pengkajian kecenderungan adanya perubahan tingkat kesadaran adalah sangat berguna dalam menentukan lokasi penyebaran/luasnya dan perkembangan dari kerusakan serebral.
5.      Efektif dalam menurunkan tekanan
3




























Penurunan curah jantung berhubungan dengan Peningkatan afterload, vasokontriksi pembuluh darah.


























Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan curah jantung pasien mulai normal dengan criteria hasil :
1.      tidak adanya sianosis
2.      CRT < 2 dtk
3.      Akral hangat
4.      RR Normal ( 16-20 x/mnt)
5.      Tidak ada bunyi jantung tambahan
6.      GCS normal (E,V,M = 15)
7.      Haluaran urine dalam batas normal (400 ml / 24 jam) warna kuning jernih.
3.1     Pantau TD. Ukur pada kedua tangan untuk evaluasi awal. Gunakan ukuran manset yang tepat dan teknik yang akurat.
3.2     Catat keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer
3.3     Auskultasi tonus jantung dan bunyi nafas
3.4     Amati warna kulit, kelembaban, suhu dan masa pengisian kapiler
3.5     Pertahankan pembatasan aktivitas seperti istirahat di tempat tidur/ kursi, jadwal periode istirahat tanpa gangguan, bantu pasien melakukan aktivitas perawatan diri sesuai kebutuhan
3.6     Berikan lingkungan tenang, nyaman, kurangi aktivitas / keributan lingkungan. Batasi jumlah pengunjung dan lamanya tinggal.
3.7     Kolaborasi :
Berikan obat-obat sesuai indikasi seperti Diuretik dan tiazid
1.      Perbandingan dari tekanan memberikan gambaran yang lebih lengkap tentang keterlibatan/ bidang masalah vaskular.
2.      Denyutan karotis ,jugularis,radialis dan femoralis mungkin terpalpasi. Denyut pada tungkai mungkin menurun, mencerminkan efek dari vasokontriksi ( peningkatan SVR ) dan kongesti vena
3.      S4 umum terdengar pada pasien hipertensi berat karena adanya hipertrofi atrium. Adanya krakel, mengi dapat mengindikasikan kongesti paru sekunder terhadap terjadinya atau gagal jantung kronik
4.                                                                   Adanya pucat, dingin, kulit lembab dan masa pengisian kapiler lambat mungkin berkaitan dengan vasokontriksi atau mencerminkan dekompensasi/penurunan curah jantung.
5.   Menurunkan stres dan ketegangan yang mempengaruhi tekanan darah dan perjalanan penyakit hipertensi
6.   Membantu untuk menurunkan rangsang simpatis; meningkatkan relaksasi.
7.      Tiazid mungkin digunakan sendiri atau dicampur dengan obat lain untuk menurunkan TD pada pasien dengan fungsi ginjal yang relatif normal. Diuretik ini memperkuat agen-agen antihipertensi lain dengan membatasi retensi cairan. Vasodilator menurunkan aktivitas kontriksi arteri dan vena pada ujung saraf simpatik.
4
Nyeri akut / kronis berhubungan dengan peningkatan tekanan vascular serebral dan iskemia miokard
Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan Nyeri pasien berkurang dengan kriteria hasil :
1.         Mengungkapkan metode yang memberikan pengurangan
2.         Mengikuti regimen farmakologi yang diresepkan
3.         Skala nyeri 0-1
4.         Wajah tidak meringis / wajah nampak rileks
5.         Menyatakan nyeri berkurang
4.1     Kaji derajat nyeri
4.2     Pertahankan tirah baring selama fase akut
4.3     Berikan tindakan nonfarmakologi untuk menghilangkan sakit kepala atau nyeri dada misal, kompres dingin pada dahi, pijat punggung dan leher, teknik relaksasi  (panduan imajinasi, distraksi) dan aktivitas waktu senggang.
4.4     Minimalkan aktivitas vasokontriksi yang dapat meningkatkan sakit kepala misalnya, mengejan saat BAB, batuk panjang, membungkuk.
4.5     Kaji tanda-tanda vital
4.6     Kolaborasi :
Analgesik,Antiansietas mis, lorazepam, diazepam


1.   Mengetahui derajat nyeri yang dirasakan pasien dan mempermudah intervensi
2.   Meminimalkan stimulasi/meningkatkan relaksasi
3.   Tindakan yang menurunkan tekanan vaskular serebral dan yang memperlambat/ memblok respon simpatis efektif dalam menghilangkan sakit kepala dan komplikasinya.
4.   Aktivitas yang meningkatkan vasokontriksi menyebabkan sakit kepala pada adanya penigkatan tekanan vaskular serebral.
5.   Mengetahui keadaan umum pasien. Peningkatan tanda-tanda vital mengindikasikan nyeri belum dapat terkontrol.
6.   Menurunkan/mengontrol nyeri dan menurunkan rangsang sistem saraf simpatis.
5
Kelebihan volume cairan berhubungan dengan edema

Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan pasien menunjukkan keseimbangan volume cairan dengan kriteria :
1.         Masukan dan haluaran seimbang
2.         BB stabil
3.         Tanda vital dalam rentang normal ( N : 70 – 80 x mnt, R : 16 – 20 x /mnt, S : 36 – 37,2, T : 120 / 80 mmHg)
4.         Oedema tidak ada

5.1     Awasi denyut jantung, TD, CVP
5.2     Catat pemasukan dan pengeluaran secara akurat.
5.3     Awasi berat jenis urine
5.4     Timbang tiap hari dengan alat dan pakaian yang sama
5.5     Kaji kulit, wajah area tergantung untuk edema
5.6     Berikan obat sesuai indikasi (diuretik)
1.   Tacikardi dan hipertensi terjadi karena kegagalan ginjal untuk mengeluarkan urine, pembatasan cairan berlebih selama mengobati hipovolemia/hipotensi atau perubahan fase oliguri gagal ginjal dan perubahan pada renin-angiotensin.
2.   Perlu untuk menentukan fungsi gnjal, kebutuhan penggantian cairan
3.   Mengukur kemampuan ginjal untuk mengkonsentrasikan urine
4.   Penimbangan berat badan harian adalah pengawasan status cairan terbaru. Peningkatan berat badan lebih dari 0,5 kg per hari diduga ada retensi cairan.
5.   Edema terjadi terutama pada jaringan yang tergantung pada tubuh contoh : tangan, kaki, area lumbosakral
6.   Membantu dalam pengeluaran cairan
6















Intoleransi aktivitas berhubungan dengan Kelemahan umum dan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen

Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan pasien dapat berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan/diperukan dengan kriteria hasil :
1.      Melaporkan peningkatan dalam toleransi aktivitas yang dapat diukur
2.      Menunjukkan penurunan dalam tanda-tanda intoleransi fisiologi
6.1     Kaji respon pasien terhadap aktivitas, perhatikan frekuensi nadi lebih dari 20 kali per menit di atas frekuensi istirahat, peningkatan tekanan darah yang nyata selama /sesudah aktivitas, dpsnea atau nyeri dada, keletihan dan kelemahan yang berlebihan, diaforesis, pusing atau pingsan
6.2     Instruksikan pasien tentang teknik penghematan energi , misalnya menggunakan kursi saat mandi, duduk saat menyisir rambut atau menggosok gigi, melakukan aktivitas dengan perlahan
6.3     Kaji sejauh mana aktivitas yang dapat ditoleransi
6.4     Mendorong kemandirian dalam melakukan aktivitas
1. Menyebutkan parameter membantu dalam mengkaji respons fisiologi terhadap stres aktivitas dan bila ada, merupakan indikator dari kelebihan kerja yang berkaitan dengan tingkat aktivitas.
2. Teknik menghemat energi mengurangi penggunaan energi, juga membantu keseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.
3.  Mengidentifikasi sejauh mana kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas dan prwt diri.
4. Kemajuan aktivitas bertahap mencegah peningkatan kerja jantung tiba-tiba. Memberikan bantuan hanya sebatas kebutuhan hanya akan mendorong kemandirian dalam melakukan aktivitas
7
Gangguan persepsi sensori : penglihatan berhubungan dengan penekanan saraf optikus

Setelah diberikan tindakan keperawatan, diharapkan pengelihatan pasien semakin membaik, dengan criteria :
1.         Menyatakan pengelihatan semakin membaik
2.         Visus normal ( 6/6 )
3.         Refraksi mata baik
4.         Tidak ada disorientasi waktu, orang dan tempat
7.1     Kaji kemampuan melihat  pasien
7.2     Berikan  kompres hangat pada mata
7.3     Bantu kebutuhan pasien dalam rentang pasien mengalami penurunan pengelihatan
7.4     Kolaborasi dalam pemeriksaan mata  dan penggunaan alat bantu pengelihatan
1.      Untuk mengidentifikasi kemampuan melihat dan menyusun rencana tindakan.
2.      Meningkatkan vaskularisasi pada area mata
3.      Menghindari resiko cidera dan kesalahan intepretasi yang dapat mengancam jiwa pasien
4.      Menghindari disorientasi waktu, orang dan tempat
8
Risiko cedera berhubungan dengan penurunan kesadaran , penglihatan ganda                      ( diplopia )

Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan pasien tidak mengalami cidera dengan  kriteria hasil :
1.      Pasien tidak mengalami cedera.
2.      Tidak

8.1     Jauhkan dari benda-benda tajam
8.2     Berikan penerangan yg cukup
8.3     Usahakan lantai tidak licin dan basah
8.4     Pasang side rail
8.5     Anjurkan pada keluarga klien untuk selalu menemani klien dalam beraktivitas
1.           Meminimalkan risiko cedera             
2.           Meminimalkan terjadinya benturan
3.           Meminimalkan klien jatuh
4.           Menghindari klien terjatuh pada saat istirahat
5.           Untuk meningkatkan  menjaga keamanan
9
PK : Gagal Jantung
Setelah diberikan tindakan keperawatan, diharapkan pasien tidak mengalami gagal jantung
1.      Nadi 70 – 80 x/mnt
2.      Nyeri tidak ada
3.      Sianosis tidak ada

1.1     Pantau adanya tanda – tanda gagal jantung
1.2     Kolaborasi dengan dokter bagian dalam ( jantung)

1.      Pemantauan, penanganan sedini mungkin dan mencegah kerusakan lebih lanjut
2.       Pemberian therapi sedini mungkin dengan pertimbangan therapi yang tepat akan mampu menyelamatkan jiwa pasien





DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah Vol 2, Jakarta : EGC
Chung, E.K. 1995. Penuntun Praktis Penyakit Kardiovaskuler, Edisi III, diterjemahkan oleh Petrus Andryanto, Jakarta : EGC
Doenges,M. E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk  Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan  Pasien  Edisi 3.  Jakarta  : EGC
Gunawan, Lany. 2001. Hipertensi : Tekanan Darah Tinggi , Yogyakarta, Penerbit              Kanisius
Marvyn, Leonard. 1995. Hipertensi : Pengendalian lewat vitamin, gizi dan diet, Jakarta : Penerbit Arcan
NANDA.2006. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda 2005-2006: definisi dan Klasifikasi. Jakarta : EGC.
NANDA, 2007-2008. Diagnosa Nanda (Nic & Noc), Disertai Dengan Discharge Planning.
Price, S, A. 2005.  Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi  6 volume 1. Jakarta ; EGC
Smeltzer, Suzanne  C. 2001. Keperawatan Medikal-Bedah edisi 8 volume 2. Jakarta :EGC
Sobel, Barry J, et all.1999.  Hipertensi : Pedoman Klinis Diagnosis dan Terapi, Jakarta : Penerbit Hipokrates
Tom, S. 1995. Tekanan darah Tinggi : Mengapa terjadi, Bagaimana mengatasinya ?, Jakarta : Arcan
Peter.S. 1996. Tekanan Darah Tinggi, Alih Bahasa : Meitasari Tjandrasa Jakarta :  Arcan.
Tucker, S.M, et all . 1998. Standar Perawatan Pasien : Proses Keperawatan, diagnosis dan evaluasi , Edisi V, Jakarta : EGC


DOWNLOAD VERSI DOCX DISINI


TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGANNYA

FADHIL AKMAL - Juli 24, 2016
MASUKKAN TOMBOL TWEET DISINI

10 komentar:

Anonim mengatakan...

Artikel yg sangat bagus
numang romosi gan
kunjungi blog saya myjanuariusners.blogspot.dl.id

Anonim mengatakan...

Artikel yg sangat bagus
numang romosi gan
kunjungi blog saya myjanuariusners.blogspot.dl.id

thefikkar mengatakan...

mantap gans, saya rasa bisa jadi Makalah Tari Kreasi
ini

yoon mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
yoon mengatakan...

Thank you

Ns. Fadhil Akmal, S. Kep mengatakan...

TERIMA KASIH ATAS kunjungannya gak

Ns. Fadhil Akmal, S. Kep mengatakan...

terimakasih gan,,,

Ns. Fadhil Akmal, S. Kep mengatakan...

thaks ganmmm

Ns. Fadhil Akmal, S. Kep mengatakan...

sama2

Ns. Fadhil Akmal, S. Kep mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

Posting Komentar

loading...