ASKEP KLIEN DENGAN
GANGGUAN SISTEM ENDOKRIN: DIABETES MELLITUS
A.
KONSEP MEDIS
- Pengertian
Diabetes Melitus adalah gangguan
metabolisme yang secara genetic dan klinis termasuk heterogen dengan
manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat (Price dan Wilson, 1995).
Diabetes melitus adalah keadaan
hiperglikemia kronik disertai berbagai keluhan metabolic akibat gangguan
hormonal yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada berbagai organ dan
system tubuh seperti mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah, dan lain-lain
(Mansjoer, 1999).
- Etiologi
Penyebab
diabetes mellitus sampai sekarang belum diketahui dengan pasti tetapi umumnya
diketahui karena kekurangan insulin adalah penyebab utama dan faktor herediter
memegang peranan penting.
a.
Insulin Dependent
Diabetes Mellitus (IDDM)
Sering terjadi pada usia sebelum
30 tahun. Biasanya juga disebut Juvenille Diabetes, yang gangguan ini ditandai
dengan adanya hiperglikemia (meningkatnya kadar gula darah).
Faktor genetik dan lingkungan
merupakan faktor pencetus IDDM. Oleh karena itu insiden lebih tinggi atau
adanya infeksi virus (dari lingkungan) misalnya coxsackievirus B dan
streptococcus sehingga pengaruh lingkungan dipercaya mempunyai peranan dalam
terjadinya DM.
Virus atau mikroorganisme akan menyerang pulau – pulau
langerhans pankreas, yang membuat kehilangan produksi insulin. Dapat pula
akibat respon autoimmune, dimana antibody sendiri akan menyerang sel bata
pankreas. Faktor herediter,
juga dipercaya memainkan peran munculnya penyakit ini (Brunner & Suddart, 2002)
b.
Non
Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM)
Virus dan kuman leukosit antigen
tidak nampak memainkan peran terjadinya NIDDM. Faktor herediter memainkan peran
yang sangat besar. Riset melaporkan bahwa obesitas salah satu faktor determinan
terjadinya NIDDM sekitar 80% klien NIDDM adalah kegemukan. Overweight
membutuhkan banyak insulin untuk metabolisme. Terjadinya hiperglikemia disaat
pankreas tidak cukup menghasilkan insulin sesuai kebutuhan tubuh atau saat
jumlah reseptor insulin menurun atau mengalami gangguan. Faktor resiko dapat
dijumpai pada klien dengan riwayat keluarga menderita DM adalah resiko yang
besar. Pencegahan utama NIDDM adalah mempertahankan berat badan ideal.
Pencegahan sekunder berupa program penurunan berat badan, olah raga dan diet. Oleh
karena DM tidak selalu dapat dicegah maka sebaiknya sudah dideteksi pada tahap
awal tanda-tanda/gejala yang ditemukan adalah kegemukan, perasaan haus yang
berlebihan, lapar, diuresis dan kehilangan berat badan, bayi lahir lebih dari
berat badan normal, memiliki riwayat keluarga DM, usia diatas 40 tahun, bila ditemukan
peningkatan gula darah (Brunner & Suddart, 2002)
- Patofisiologi
a.
DM Tipe I
Pada Diabetes tipe I terdapat
ketidak mampuan pankreas menghasilkan insulin karena hancurnya sel-sel beta
pulau langerhans. Dalam hal ini menimbulkan hiperglikemia puasa dan
hiperglikemia post prandial.
Dengan tingginya konsentrasi
glukosa dalam darah, maka akan muncul glukosuria (glukosa dalam darah) dan
ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan
(diuresis osmotic) sehingga pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih
(poliurra) dan rasa haus (polidipsia).
Defesiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein
dan lemak sehingga terjadi penurunan berat badan akan muncul gejala peningkatan
selera makan (polifagia). Akibat yang lain yaitu terjadinya proses
glikogenolisis (pemecahan glukosa yang disimpan) dan glukogeonesis tanpa
hambatan sehingga efeknya berupa pemecahan lemak dan terjadi peningkatan keton
yangdapat mengganggu keseimbangan asam basa dan mangarah terjadinya
ketoasidosis (Corwin, 2000)
b.
DM Tipe II
Terdapat dua masalah utama pada
DM Tipe II yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya
insulin akan berkaitan pada reseptor kurang dan meskipun kadar insulin tinggi
dalam darah tetap saja glukosa tidak dapat masuk kedalam sel sehingga sel akan
kekurangan glukosa.
Mekanisme inilah yang dikatakan
sebagai resistensi insulin. Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah
terbentuknya glukosa dalam darah yang berlebihan maka harus terdapat
peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Namun demikian jika sel-sel beta tidak mampu
mengimbanginya maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadilah DM tipe II
(Corwin, 2000)
- Manifestasi Klinik
a.
Poliuria
Kekurangan insulin untuk
mengangkut glukosa melalui membrane dalam sel menyebabkan hiperglikemia
sehingga serum plasma meningkat atau hiperosmolariti menyebabkan cairan
intrasel berdifusi kedalam sirkulasi atau cairan intravaskuler, aliran darah ke
ginjal meningkat sebagai akibat dari hiperosmolariti dan akibatnya akan terjadi
diuresis osmotic (poliuria).
b.
Polidipsia
Akibat meningkatnya difusi
cairan dari intrasel kedalam vaskuler menyebabkan penurunan volume intrasel
sehingga efeknya adalah dehidrasi sel. Akibat dari dehidrasi sel mulut menjadi
kering dan sensor haus teraktivasi menyebabkan seseorang haus terus dan ingin
selalu minum (polidipsia).
c.
Poliphagia
Karena glukosa tidak dapat masuk
ke sel akibat dari menurunnya kadar insulin maka produksi energi menurun,
penurunan energi akan menstimulasi rasa lapar. Maka reaksi yang terjadi adalah
seseorang akan lebih banyak makan (poliphagia).
d.
Penurunan
berat badan
Karena glukosa tidak dapat di
transport kedalam sel maka sel kekurangan cairan dan tidak mampu mengadakan
metabolisme, akibat dari itu maka sel akan menciut, sehingga seluruh jaringan
terutama otot mengalami atrofidan penurunan secara otomatis.
e.
Malaise
atau kelemahan (Brunner & Suddart, 2002)
- Komplikasi
Diabetes
Mellitus bila tidak ditangani dengan baik akan menyebabkan komplikasi pada
berbagai organ tubuh seperti mata, ginjal, jantung, pembuluh darah kaki, saraf,
dan lain-lain (corwin, 2000)
- Tes Diagnostik
a.
Adanya
glukosa dalam urine. Dapat diperiksa dengan cara benedict (reduksi) yang tidak
khasuntuk glukosa, karena dapat positif pada diabetes.
b.
Diagnostik
lebih pasti adalah dengan memeriksa kadar glukosa dalam darah dengan cara
Hegedroton Jensen (reduksi).
1)
Gula darah
puasa tinggi < 140 mg/dl.
2)
Test
toleransi glukosa (TTG) 2 jam pertama < 200 mg/dl.
3)
Osmolitas
serum 300 m osm/kg.
4)
Urine
= glukosa positif, keton positif, aseton
positif atau negative (Bare & suzanne, 2002)
8. Penatalaksanaan Medik
Diabetes Mellitus jika tidak dikelola dengan baik akamn
menimbulkan berbagai penyakit dan diperlukan kerjasama semua pihak ditingkat
pelayanan kesehatan. Untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan berbagai usaha
dan akan diuraikan sebagai berikut :
a. Perencanaan
Makanan.
Standar yang dianjurkan adalah makanan
dengan komposisi yang seimbang dalam hal karbohidrat, protein dan lemak yang
sesuai dengan kecukupan gizi baik yaitu :
1) Karbohidrat sebanyak 60 – 70 %
2) Protein sebanyak 10 – 15 %
3) Lemak sebanyak 20 – 25 %
Makanan sejumlah kalori terhitung
dengan komposisi tersebut diatas dibagi dalam beberapa porsi yaitu :
1) Makanan pagi sebanyak 20%
2) Makanan siang sebanyak 30%
3) Makanan sore sebanyak 25%
4) 2-3 porsi makanan ringan sebanyak
10-15 % diantaranya.
b. Latihan
Jasmani
Dianjurkan latihan jasmani secara
teratur (3-4 kali seminggu) selama kurang lebih 30 menit yang disesuaikan
dengan kemampuan dan kondisi penyakit penyerta.
Sebagai contoh olah raga ringan adalah
berjalan kaki biasa selama 30 menit, olehraga sedang berjalan cepat selama 20
menit dan olah raga berat jogging.
c. Obat
Hipoglikemik
1)
Sulfonilurea
Obat golongan sulfonylurea bekerja
dengan cara :
1)
Menstimulasi
penglepasan insulin yang tersimpan.
2)
Menurunkan
ambang sekresi insulin.
3)
Meningkatkan
sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa.
Obat golongan ini biasanya diberikan pada pasien dengan
BB normal dan masih bisa dipakai pada pasien yang beratnya sedikit lebih.
Klorpropamid kurang dianjurkan pada keadaan insufisiensi
renal dan orangtua karena resiko hipoglikema yang berkepanjangan, demikian juga
gibenklamid. Glukuidon juga dipakai untuk pasien dengan gangguan fungsi hati
atau ginjal.
2)
Biguanid
Preparat
yang ada dan aman dipakai yaitu metformin.
Sebagai
obat tunggal dianjurkan pada pasien gemuk (imt 30) untuk pasien yang berat lebih (imt 27-30) dapat juga
dikombinasikan dengan golongan sulfonylurea
3)
Insulin
Indikasi pengobatan dengan insulin
adalah :
a)
Semua
penderita DM dari setiap umur (baik IDDM maupun NIDDM) dalam keadaan
ketoasidosis atau pernah masuk kedalam ketoasidosis.
b)
DM dengan
kehamilan/ DM gestasional yang tidak terkendali dengan diet (perencanaan
makanan).
c)
DM yang
tidak berhasil dikelola dengan obat hipoglikemik oral dosif maksimal. Dosis
insulin oral atau suntikan dimulai dengan dosis rendah dan dinaikkan perlahan –
lahan sesuai dengan hasil glukosa darah pasien. Bila sulfonylurea atau
metformin telah diterima sampai dosis maksimal tetapi tidak tercapai sasaran
glukosa darah maka dianjurkan penggunaan kombinasi sulfonylurea dan insulin.
d) Penyuluhan untuk merancanakan pengelolaan
sangat penting untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Edukator bagi pasien
diabetes yaitu pendidikan dan pelatihan mengenai pengetahuan dan keterampilan
yang bertujuan menunjang perubahan perilaku untuk meningkatkan pemahaman pasien
akan penyakitnya, yang diperlukan untuk mencapai keadaan sehat yang optimal.
Penyesuaian keadaan psikologik kualifas hidup yang lebih baik. Edukasi merupakan bagian integral dari
asuhan keperawatan diabetes (Bare & Suzanne, 2002)
B. KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian (Doengoes, 2001)
a.
Aktivitas
/ istrahat.
Tanda :
1)
Lemah,
letih, susah, bergerak / susah berjalan, kram otot, tonus otot menurun.
2)
Tachicardi,
tachipnea pada keadaan istrahat/daya aktivitas.
3)
Letargi /
disorientasi, koma.
b.
Sirkulasi
Tanda :
1)
Adanya
riwayat hipertensi : infark miokard akut, kesemutan pada ekstremitas dan
tachicardia.
2)
Perubahan
tekanan darah postural : hipertensi, nadi yang menurun / tidak ada.
3)
Disritmia,
krekel : DVJ
c.
Neurosensori
Gejala :
Pusing / pening, gangguan penglihatan, disorientasi :
mengantuk, lifargi, stuport / koma (tahap lanjut). Sakit kepala, kesemutan,
kelemahan pada otot, parestesia, gangguan penglihatan, gangguan memori (baru,
masa lalu) : kacau mental, refleks fendo dalam (RTD) menurun (koma), aktifitas
kejang.
d.
Nyeri /
Kenyamanan
Gejala : Abdomen yang tegang / nyeri (sedang berat),
wajah meringis dengan palpitasi : tampak sangat berhati – hati.
e.
Keamanan
Gejala :
1)
Kulit
kering, gatal : ulkus kulit, demam diaporesis.
2)
Menurunnya
kekuatan immune / rentang gerak, parastesia / paralysis otot termasuk otot –
otot pernapasan (jika kadar kalium menurun dengan cukup tajam).
3)
Urine
encer, pucat, kuning, poliuria (dapat berkembang menjadi oliguria / anuria jika
terjadi hipololemia barat).
4)
Abdomen
keras, bising usus lemah dan menurun : hiperaktif (diare).
f.
Pemeriksaan
Diagnostik
Gejala :
1)
Glukosa
darah : meningkat 100 – 200 mg/dl atau lebih.
2)
Aseton
plasma : positif secara menyolok.
3)
Asam lemak
bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat.
4)
Osmolaritas
serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 m osm/l.
2. Diagnosa Keperawatan
a.
Defisit
volume cairan berhubungan dengan hiperglikemia, diare, muntah, poliuria,
evaporasi.
b.
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan defisiensi
insulin/penurunan intake oral : anoreksia, abnominal pain, gangguan
kesadaran/hipermetabolik akibat pelepasan hormone stress, epinefrin, cortisol,
GH atau karena proses luka.
c.
Kerusakan
integritas kulit berhubungan dengan adanya luka.
d.
Resiko infeksi
berhubungan dengan penurunan fungsi leucosit/ gangguan sirkulasi.
e.
Resiko gangguan
persepsi sensoris : penglihatan berhubungan dengan perubahan fungsi fisiologis
akibat ketidakseimbangan glukosa/insulin atau karena ketidakseimbangan
elektrolit.
f.
Hambatan
mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan energi, perubahan kimia darah,
insufisiensi insulin, peningkatan kebutuhan energi, infeksi, hipermetabolik.
g.
Nyeri
berhubungan dengan adanya ulcus (luka diabetes mellitus).
h.
Penurunan
rawat diri berhubungan dengan kelemahan.
i.
Kurang pengetahuan mengenai penyakitnya, prognosis
penyakit dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kesalahan interprestasi
(Doengoes, 2001)
4. Perencanaan / Intervensi
NO
|
DIAGNOSA KEPERAWATAN
|
NOC
|
NIC
|
RASIONAL
|
1.
|
Defisit volume
cairan berhubungan dengan hiperglikemia, diare, muntah, poliuria, evaporasi
|
Klien akan mendemonstrasikan hidrasi adekuat, dengan kriteria :
1.
Nadi
perifer dapat teraba, turgor kulit baik.
2.
Vital
sign dalam batas normal, haluaran urine lancer.
3.
Kadar
elektrolit dalam batas normal
|
1.
Kaji pengeluaran urine
2.
Pantau tanda-tanda vital
3.
Monitor pola napas
4.
Observasi frekuensi dan
kualitas pernapasan
5.
Timbang berat badan
6.
Pemberian cairan sesuai dengan
indikasi
|
1.
Membantu
dalam memperkirakan kekurangan volume total, tanda dan gejala mungkin sudah
ada pada beberapa waktu sebelumnya
2.
Perubahan
tanda-tanda vital dapat diakibatkan oleh rasa nyeri dan merupakan indikator
untuk menilai keadaan perkembangan penyakit.
3.
Paru-paru
mengeluarkan asam karbonat melalui pernapasan menghasilkan alkalosis
respiratorik, ketoasidosis pernapasan yang berbau aseton berhubungan dengan
pemecahan asam aseton dan asetat
4.
Koreksi
hiperglikemia dan asidosis akan mempengaruhi pola dan frekuensi pernapasan.
5.
Memberikan
perkiraan kebutuhan akan cairan pengganti fungsi ginjal dan keefektifan dari
terapi yang diberikan.
6.
Tipe dan jenis cairan
tergantung pada derajat kekurangan cairan dan respon
|
2.
|
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan defisiensi insulin/penurunan intake oral:
anoreksia, abnominal pain, gangguan kesadaran/hipermetabolik akibat pelepasan
hormone stress, epinefrin, cortisol, GH atau karena proses luka.
|
Klien akan mengkonsumsi secara tepat jumlah kebutuhan kalori atau
nutrisi yang di programkan dengan kriteria :
1)
Peningkatan
barat badan.
2)
Pemeriksaan albumin dan globulin dalam batas
normal.
3)
Turgor
kulit baik, mengkonsumsi makanan sesuai program.
|
1.
Timbang
berat badan.
2.
Auskultasi
bowel sound.
3.
Berikan
makanan lunak / cair.
4.
Observasi
tanda hipoglikemia misalnya : penurunan tingkat kesadaran, permukaan teraba
dingin, denyut nadi cepat, lapar, kecemasan dan nyeri kepala.
5.
Berikan
Insulin.
|
1.
Penurunan berat badan
menunjukkan tidak ada kuatnya nutrisi klien.
2.
Hiperglikemia dan
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit menyebabkan penurunan motilifas usus.
3.
Pemberian makanan oral dan
lunak berfungsi untuk meresforasi fungsi usus dan diberikan pada klien dgn
tingkat kesadaran baik.
4.
Menurunkan kadarglukosa dan
bila saat itu diberikan insulin akan menyebabkan hipoglikemia.
5.
Akan mempercepat pengangkutan
glukosa kedalam sel.
|
3.
|
Kerusakan integritas kulit berhubungan
dengan adanya luka.
|
Tujuan : Klien
akan mempertahankan integritas kulit tetap utuh dan terhindar dari inteksi
dengan kriteria :
1)
Tidak
ada tanda – tanda infeksi.
2)
Tidak
ada luka.
3)
Tidak
ditemukan adanya perubahan warna kulit.
|
1.
Observasi
tanda – tanda infeksi
2. Ajarkan
klien untuk mencuci tangan dengan baik, untuk mempertahankan kebersihan
tangan pada saat melakukan prosedur.
3.
Pertahankan
kebersihan kulit.
4. Dorong klien
mengkonsumsi diet secara adekuat dan intake cairan 3000 ml/hari.
5. Antibiotik bila ada indikasi
|
1.
Kemerahan, edema, luka
drainase, cairan dari luka menunjukkan adanya infeksi.
2.
Mencegah cross contamination.
3.
Gangguan
sirkulasi perifer dapat terjadi bila menempatkan pasien pada kondisi resiko
iritasi kulit.
4.
Peningkatan
pengeluaran urine akan mencegah statis dan mempertahankan PH urine yang dapat
mencegah terjadinya perkembangan bakteri.
5. Mencegah terjadinya perkembangan bakteri.
|
4.
|
Resiko infeksi berhubungan dengan
penurunan fungsi leucosit/ gangguan sirkulasi
|
Tujuan : Klien akan menunjukkan tidak adanya tanda “inteksi,
dengan kriteria :
a.
Luka
sembuh
b.
Tidak
ada edema sekitar luka.
c.
Tidak
terdapat pus, luka cepat mongering.
|
1.
Kaji
keadaan kulit yangrusak
2. Bersihkan luka
dengan teknik septic dan antiseptic
3.
Kompres
luka dengan larutan Nacl
4.
Anjurkan
pada klien agarmenjaga predisposisi terjadinya lesi.
5. Pemberian
obat antibiotic.
|
1.
Mengetahui
keadaan peradangan untuk membantu dalam menanggulangi atau dapat dilakukan
pencegahan.
2.
Mencegah
terjadinya inteksi sekunder pada anggota tubuh yang lain.
3.
Selain
untuk membersihkan luka dan juga untuk mempercepat pertumbuhan jaringan
4.
Kelembaban
dan kulit kotorsebagai predisposisi terjadinya lesi.
5.
Antibiotik
untuk membunuh kuman.
|
5
|
Nyeri
berhubungan dengan adanya ulcus (luka diabetes mellitus).
|
Tujuan : Klien akan menunjukkan nyeri berkurang / teratasi dengan
kriteria :
a.
Klien
tidak mengeluh nyeri
b.
Ekspresi
wajah ceria
|
1. Kaji
tingkat nyeri
2.
Observasi
tanda-tanda vital
3.
Ajarkan
klien tekhnik relaksasi
4.
Ajarkan
klien tekhnik Gate Control
5. Pemberian analgetik
|
1. Nyeri
disebabkan oleh penurunan perfusi jaringan atau karena peningkatan asam
laktat sebagai akibat deficit insulin
2. Pasien
dengan nyeri biasanya akan dimanifestasikan dengan peningkatan vital sign
terutama perubahan denyut nadi dan pernafasan
3. Nafas
dalam dapat meningkatkan oksigenasi jaringan
4. Memblokir
rangsangan nyeri pada serabut saraf
5. Analgetik bekerja langsung pada reseptor nyeri dan
memblokir rangsangan nyeri sehingga respon nyeri dapat diminimalkan
|
5. Implementasi
Merupakan tahap dimana rencana
keperawatan dilaksanakan sesuai dengan intervensi. Tujuan dari implementasi
adalah membantu klien dalam mencapai peningkatan kesehatan baik yang dilakukan
secara mandiri maupun kolaborasi dan rujukan.
6. Evaluasi
Merupakan tahap akhir yang bertujuan
untuk mencapai kemampuan klien dan tujuan dengan melihat perkembangan klien. Evaluasi klien diabetes mellitus dilakukan
berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya pada tujuan
DAFTAR
PUSTAKA
Bare & Suzanne, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Volume 2, (Edisi 8), EGC,
Jakarta
Carpenito, 1999, Rencana
Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, (Edisi 2), EGC, Jakarta
Corwin,. J. Elizabeth, 2001, Patofisiologi, EGC, Jakarta
Doenges, E. Marilynn dan MF. Moorhouse, 2001, Rencana Asuhan Keperawatan, (Edisi III), EGC, Jakarta.
FKUI, 1979, Patologi,
FKUI, Jakarta
Ganong, 1997, Fisiologi
Kedokteran, EGC, Jakarta
Gibson, John, 2003, Anatomi
dan Fisiologi Modern untuk Perawat, EGC, Jakarta
Guyton dan Hall, 1997, Fisiologi
Kedokteran, (Edisi 9), EGC, Jakarta
Hinchliff, 1999, Kamus
Keperawatan, EGC, Jakarta
Price, S. A dan Wilson, L. M, 1995, Patofisiologi,
EGC, Jakarta
Sherwood, 2001, Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem, (edisi
21), EGC, Jakarta
Sobotta, 2003, Atlas
Anatomi, (Edisi 21), EGC, Jakarta
UNDUH VERSI DOCXNYA DI SINI
|
FADHIL AKMAL
MASUKKAN TOMBOL TWEET DISINI |
|
0 komentar:
Posting Komentar