;

Minggu, 24 Juli 2016

LAPORAN PENDAHULUAN : GANGGUAN SISTEM ENDOKRIN DIABETES MELLITUS

Minggu, 24 Juli 2016

ASKEP KLIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM ENDOKRIN: DIABETES MELLITUS


A.    KONSEP MEDIS
  1. Pengertian
Diabetes Melitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetic dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat (Price dan Wilson, 1995).
Diabetes melitus adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai keluhan metabolic akibat gangguan hormonal yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada berbagai organ dan system tubuh seperti mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah, dan lain-lain (Mansjoer, 1999).

  1. Etiologi
   Penyebab diabetes mellitus sampai sekarang belum diketahui dengan pasti tetapi umumnya diketahui karena kekurangan insulin adalah penyebab utama dan faktor herediter memegang peranan penting.
a.       Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM)
Sering terjadi pada usia sebelum 30 tahun. Biasanya juga disebut Juvenille Diabetes, yang gangguan ini ditandai dengan adanya hiperglikemia (meningkatnya kadar gula darah).
Faktor genetik dan lingkungan merupakan faktor pencetus IDDM. Oleh karena itu insiden lebih tinggi atau adanya infeksi virus (dari lingkungan) misalnya coxsackievirus B dan streptococcus sehingga pengaruh lingkungan dipercaya mempunyai peranan dalam terjadinya DM.
Virus atau mikroorganisme akan menyerang pulau – pulau langerhans pankreas, yang membuat kehilangan produksi insulin. Dapat pula akibat respon autoimmune, dimana antibody sendiri akan menyerang sel bata pankreas. Faktor herediter, juga dipercaya memainkan peran munculnya penyakit ini (Brunner & Suddart, 2002)
b.      Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM)
Virus dan kuman leukosit antigen tidak nampak memainkan peran terjadinya NIDDM. Faktor herediter memainkan peran yang sangat besar. Riset melaporkan bahwa obesitas salah satu faktor determinan terjadinya NIDDM sekitar 80% klien NIDDM adalah kegemukan. Overweight membutuhkan banyak insulin untuk metabolisme. Terjadinya hiperglikemia disaat pankreas tidak cukup menghasilkan insulin sesuai kebutuhan tubuh atau saat jumlah reseptor insulin menurun atau mengalami gangguan. Faktor resiko dapat dijumpai pada klien dengan riwayat keluarga menderita DM adalah resiko yang besar. Pencegahan utama NIDDM adalah mempertahankan berat badan ideal. Pencegahan sekunder berupa program penurunan berat badan, olah raga dan diet. Oleh karena DM tidak selalu dapat dicegah maka sebaiknya sudah dideteksi pada tahap awal tanda-tanda/gejala yang ditemukan adalah kegemukan, perasaan haus yang berlebihan, lapar, diuresis dan kehilangan berat badan, bayi lahir lebih dari berat badan normal, memiliki riwayat keluarga DM, usia diatas 40 tahun, bila ditemukan peningkatan gula darah (Brunner & Suddart, 2002)

  1. Patofisiologi
a.       DM Tipe I
Pada Diabetes tipe I terdapat ketidak mampuan pankreas menghasilkan insulin karena hancurnya sel-sel beta pulau langerhans. Dalam hal ini menimbulkan hiperglikemia puasa dan hiperglikemia post prandial.
Dengan tingginya konsentrasi glukosa dalam darah, maka akan muncul glukosuria (glukosa dalam darah) dan ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan (diuresis osmotic) sehingga pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliurra) dan rasa haus (polidipsia).
Defesiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak sehingga terjadi penurunan berat badan akan muncul gejala peningkatan selera makan (polifagia). Akibat yang lain yaitu terjadinya proses glikogenolisis (pemecahan glukosa yang disimpan) dan glukogeonesis tanpa hambatan sehingga efeknya berupa pemecahan lemak dan terjadi peningkatan keton yangdapat mengganggu keseimbangan asam basa dan mangarah terjadinya ketoasidosis (Corwin, 2000)

b.      DM Tipe II
Terdapat dua masalah utama pada DM Tipe II yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan berkaitan pada reseptor kurang dan meskipun kadar insulin tinggi dalam darah tetap saja glukosa tidak dapat masuk kedalam sel sehingga sel akan kekurangan glukosa.
Mekanisme inilah yang dikatakan sebagai resistensi insulin. Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah yang berlebihan maka harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Namun demikian jika sel-sel beta tidak mampu mengimbanginya maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadilah DM tipe II (Corwin, 2000)

  1. Manifestasi Klinik
a.       Poliuria
Kekurangan insulin untuk mengangkut glukosa melalui membrane dalam sel menyebabkan hiperglikemia sehingga serum plasma meningkat atau hiperosmolariti menyebabkan cairan intrasel berdifusi kedalam sirkulasi atau cairan intravaskuler, aliran darah ke ginjal meningkat sebagai akibat dari hiperosmolariti dan akibatnya akan terjadi diuresis osmotic (poliuria).
b.      Polidipsia
Akibat meningkatnya difusi cairan dari intrasel kedalam vaskuler menyebabkan penurunan volume intrasel sehingga efeknya adalah dehidrasi sel. Akibat dari dehidrasi sel mulut menjadi kering dan sensor haus teraktivasi menyebabkan seseorang haus terus dan ingin selalu minum (polidipsia).
c.       Poliphagia
Karena glukosa tidak dapat masuk ke sel akibat dari menurunnya kadar insulin maka produksi energi menurun, penurunan energi akan menstimulasi rasa lapar. Maka reaksi yang terjadi adalah seseorang akan lebih banyak makan (poliphagia).
d.      Penurunan berat badan
Karena glukosa tidak dapat di transport kedalam sel maka sel kekurangan cairan dan tidak mampu mengadakan metabolisme, akibat dari itu maka sel akan menciut, sehingga seluruh jaringan terutama otot mengalami atrofidan penurunan secara otomatis.
e.       Malaise atau kelemahan (Brunner & Suddart, 2002)

  1. Komplikasi
            Diabetes Mellitus bila tidak ditangani dengan baik akan menyebabkan komplikasi pada berbagai organ tubuh seperti mata, ginjal, jantung, pembuluh darah kaki, saraf, dan lain-lain (corwin, 2000)

  1. Tes Diagnostik
a.       Adanya glukosa dalam urine. Dapat diperiksa dengan cara benedict (reduksi) yang tidak khasuntuk glukosa, karena dapat positif pada diabetes.
b.      Diagnostik lebih pasti adalah dengan memeriksa kadar glukosa dalam darah dengan cara Hegedroton Jensen (reduksi).
1)      Gula darah puasa tinggi < 140 mg/dl.
2)      Test toleransi glukosa (TTG) 2 jam pertama < 200 mg/dl.
3)      Osmolitas serum 300 m osm/kg.
4)      Urine =  glukosa positif, keton positif, aseton positif atau negative (Bare & suzanne, 2002)

8.  Penatalaksanaan Medik
Diabetes Mellitus jika tidak dikelola dengan baik akamn menimbulkan berbagai penyakit dan diperlukan kerjasama semua pihak ditingkat pelayanan kesehatan. Untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan berbagai usaha dan akan diuraikan sebagai berikut :
a.      Perencanaan Makanan.
Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal karbohidrat, protein dan lemak yang sesuai dengan kecukupan gizi baik yaitu :
1) Karbohidrat sebanyak   60 – 70 %
2) Protein sebanyak           10 – 15 %
3) Lemak sebanyak           20 – 25 %
Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut diatas dibagi dalam beberapa porsi yaitu :
1) Makanan pagi sebanyak            20%
2) Makanan siang sebanyak          30%
3) Makanan sore sebanyak            25%
4) 2-3 porsi makanan ringan sebanyak 10-15 % diantaranya.

            b.   Latihan Jasmani
Dianjurkan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu) selama kurang lebih 30 menit yang disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi penyakit penyerta.
Sebagai contoh olah raga ringan adalah berjalan kaki biasa selama 30 menit, olehraga sedang berjalan cepat selama 20 menit dan olah raga berat jogging.
c.       Obat Hipoglikemik
1)      Sulfonilurea
Obat golongan sulfonylurea bekerja dengan cara :
1)      Menstimulasi penglepasan insulin yang tersimpan.
2)      Menurunkan ambang sekresi insulin.
3)      Meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa.
Obat golongan ini biasanya diberikan pada pasien dengan BB normal dan masih bisa dipakai pada pasien yang beratnya sedikit lebih.
Klorpropamid kurang dianjurkan pada keadaan insufisiensi renal dan orangtua karena resiko hipoglikema yang berkepanjangan, demikian juga gibenklamid. Glukuidon juga dipakai untuk pasien dengan gangguan fungsi hati atau ginjal.
2)      Biguanid
      Preparat yang ada dan aman dipakai yaitu metformin.
      Sebagai obat tunggal dianjurkan pada pasien gemuk (imt 30) untuk pasien yang berat lebih (imt 27-30) dapat juga dikombinasikan dengan golongan      sulfonylurea
3)      Insulin
Indikasi pengobatan dengan insulin adalah :
a)      Semua penderita DM dari setiap umur (baik IDDM maupun NIDDM) dalam keadaan ketoasidosis atau pernah masuk kedalam ketoasidosis.
b)      DM dengan kehamilan/ DM gestasional yang tidak terkendali dengan diet (perencanaan makanan).
c)      DM yang tidak berhasil dikelola dengan obat hipoglikemik oral dosif maksimal. Dosis insulin oral atau suntikan dimulai dengan dosis rendah dan dinaikkan perlahan – lahan sesuai dengan hasil glukosa darah pasien. Bila sulfonylurea atau metformin telah diterima sampai dosis maksimal tetapi tidak tercapai sasaran glukosa darah maka dianjurkan penggunaan kombinasi sulfonylurea dan insulin.
d)     Penyuluhan untuk merancanakan pengelolaan sangat penting untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Edukator bagi pasien diabetes yaitu pendidikan dan pelatihan mengenai pengetahuan dan keterampilan yang bertujuan menunjang perubahan perilaku untuk meningkatkan pemahaman pasien akan penyakitnya, yang diperlukan untuk mencapai keadaan sehat yang optimal. Penyesuaian keadaan psikologik kualifas hidup yang lebih baik. Edukasi merupakan bagian integral dari asuhan keperawatan diabetes (Bare & Suzanne, 2002)

B.  KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian (Doengoes, 2001)
a.       Aktivitas / istrahat.
     Tanda :
1)      Lemah, letih, susah, bergerak / susah berjalan, kram otot, tonus otot menurun.
2)      Tachicardi, tachipnea pada keadaan istrahat/daya aktivitas.
3)      Letargi / disorientasi, koma.
b.      Sirkulasi
Tanda :
1)      Adanya riwayat hipertensi : infark miokard akut, kesemutan pada ekstremitas dan tachicardia.
2)      Perubahan tekanan darah postural : hipertensi, nadi yang menurun / tidak ada.
3)      Disritmia, krekel : DVJ
c.       Neurosensori
Gejala :
Pusing / pening, gangguan penglihatan, disorientasi : mengantuk, lifargi, stuport / koma (tahap lanjut). Sakit kepala, kesemutan, kelemahan pada otot, parestesia, gangguan penglihatan, gangguan memori (baru, masa lalu) : kacau mental, refleks fendo dalam (RTD) menurun (koma), aktifitas kejang.
d.            Nyeri / Kenyamanan
Gejala : Abdomen yang tegang / nyeri (sedang berat), wajah meringis dengan palpitasi : tampak sangat berhati – hati.
e.             Keamanan
Gejala :
1)      Kulit kering, gatal : ulkus kulit, demam diaporesis.
2)      Menurunnya kekuatan immune / rentang gerak, parastesia / paralysis otot termasuk otot – otot pernapasan (jika kadar kalium menurun dengan cukup tajam).
3)      Urine encer, pucat, kuning, poliuria (dapat berkembang menjadi oliguria / anuria jika terjadi hipololemia barat).
4)      Abdomen keras, bising usus lemah dan menurun : hiperaktif  (diare).
f.             Pemeriksaan Diagnostik
Gejala :
1)      Glukosa darah : meningkat 100 – 200 mg/dl atau lebih.
2)      Aseton plasma : positif secara menyolok.
3)      Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat.
4)      Osmolaritas serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 m osm/l.

2.   Diagnosa Keperawatan
a.       Defisit volume cairan berhubungan dengan hiperglikemia, diare, muntah, poliuria, evaporasi.
b.      Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan defisiensi insulin/penurunan intake oral : anoreksia, abnominal pain, gangguan kesadaran/hipermetabolik akibat pelepasan hormone stress, epinefrin, cortisol, GH atau karena proses luka.
c.       Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya luka.
d.      Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan fungsi leucosit/ gangguan sirkulasi.
e.       Resiko gangguan persepsi sensoris : penglihatan berhubungan dengan perubahan fungsi fisiologis akibat ketidakseimbangan glukosa/insulin atau karena ketidakseimbangan elektrolit.
f.       Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan energi, perubahan kimia darah, insufisiensi insulin, peningkatan kebutuhan energi, infeksi, hipermetabolik.
g.      Nyeri berhubungan dengan adanya ulcus (luka diabetes mellitus).
h.      Penurunan rawat diri berhubungan dengan kelemahan.
i.        Kurang pengetahuan mengenai penyakitnya, prognosis penyakit dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kesalahan interprestasi (Doengoes, 2001)



4.   Perencanaan / Intervensi
NO
DIAGNOSA KEPERAWATAN
NOC
NIC
RASIONAL
1.
Defisit volume cairan berhubungan dengan hiperglikemia, diare, muntah, poliuria, evaporasi
Klien akan mendemonstrasikan hidrasi adekuat, dengan kriteria :
1.      Nadi perifer dapat teraba, turgor kulit baik.
2.      Vital sign dalam batas normal, haluaran urine lancer.
3.      Kadar elektrolit dalam batas normal
1.      Kaji pengeluaran urine
2.      Pantau tanda-tanda vital
3.      Monitor pola napas
4.      Observasi frekuensi dan kualitas pernapasan
5.      Timbang berat badan
6.      Pemberian cairan sesuai dengan indikasi
1.      Membantu dalam memperkirakan kekurangan volume total, tanda dan gejala mungkin sudah ada pada beberapa waktu sebelumnya
2.      Perubahan tanda-tanda vital dapat diakibatkan oleh rasa nyeri dan merupakan indikator untuk menilai keadaan perkembangan penyakit.
3.      Paru-paru mengeluarkan asam karbonat melalui pernapasan menghasilkan alkalosis respiratorik, ketoasidosis pernapasan yang berbau aseton berhubungan dengan pemecahan asam aseton dan asetat
4.      Koreksi hiperglikemia dan asidosis akan mempengaruhi pola dan frekuensi pernapasan.
5.      Memberikan perkiraan kebutuhan akan cairan pengganti fungsi ginjal dan keefektifan dari terapi yang diberikan.
6.      Tipe dan jenis cairan tergantung pada derajat kekurangan cairan dan respon
2.
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan defisiensi insulin/penurunan intake oral: anoreksia, abnominal pain, gangguan kesadaran/hipermetabolik akibat pelepasan hormone stress, epinefrin, cortisol, GH atau karena proses luka.
Klien akan mengkonsumsi secara tepat jumlah kebutuhan kalori atau nutrisi yang di programkan dengan kriteria :
1)      Peningkatan barat badan.
2)       Pemeriksaan albumin dan globulin dalam batas normal.
3)      Turgor kulit baik, mengkonsumsi makanan sesuai program.
1.      Timbang berat badan.
2.      Auskultasi bowel sound.
3.      Berikan makanan lunak / cair.
4.      Observasi tanda hipoglikemia misalnya : penurunan tingkat kesadaran, permukaan teraba dingin, denyut nadi cepat, lapar, kecemasan dan nyeri kepala.
5.      Berikan Insulin.
1.      Penurunan berat badan menunjukkan tidak ada kuatnya nutrisi klien.
2.      Hiperglikemia dan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit menyebabkan penurunan motilifas usus.
3.      Pemberian makanan oral dan lunak berfungsi untuk meresforasi fungsi usus dan diberikan pada klien dgn tingkat kesadaran baik.
4.      Menurunkan kadarglukosa dan bila saat itu diberikan insulin akan menyebabkan hipoglikemia.
5.      Akan mempercepat pengangkutan glukosa kedalam sel.
3.
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya luka.
Tujuan : Klien akan mempertahankan integritas kulit tetap utuh dan terhindar dari inteksi dengan kriteria :
1)    Tidak ada tanda – tanda infeksi.
2)    Tidak ada luka.
3)    Tidak ditemukan adanya perubahan warna kulit.
1.      Observasi tanda – tanda infeksi
2.      Ajarkan klien untuk mencuci tangan dengan baik, untuk mempertahankan kebersihan tangan pada saat melakukan prosedur.
3.      Pertahankan kebersihan kulit.
4.      Dorong klien mengkonsumsi diet secara adekuat dan intake cairan 3000 ml/hari.
5.      Antibiotik bila ada indikasi
1.      Kemerahan, edema, luka drainase, cairan dari luka menunjukkan adanya infeksi.
2.      Mencegah cross contamination.
3.      Gangguan sirkulasi perifer dapat terjadi bila menempatkan pasien pada kondisi resiko iritasi kulit.
4.      Peningkatan pengeluaran urine akan mencegah statis dan mempertahankan PH urine yang dapat mencegah terjadinya perkembangan bakteri.
5.      Mencegah terjadinya perkembangan bakteri.
4.
Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan fungsi leucosit/ gangguan sirkulasi
Tujuan : Klien akan menunjukkan tidak adanya tanda “inteksi, dengan kriteria :
a.       Luka sembuh
b.      Tidak ada edema sekitar luka.
c.       Tidak terdapat pus, luka cepat mongering.
1.      Kaji keadaan kulit yangrusak
2.      Bersihkan luka dengan teknik septic dan antiseptic
3.      Kompres luka dengan larutan Nacl
4.      Anjurkan pada klien agarmenjaga predisposisi terjadinya lesi.
5.      Pemberian obat antibiotic.
1.      Mengetahui keadaan peradangan untuk membantu dalam menanggulangi atau dapat dilakukan pencegahan.
2.      Mencegah terjadinya inteksi sekunder pada anggota tubuh yang lain.
3.      Selain untuk membersihkan luka dan juga untuk mempercepat pertumbuhan jaringan
4.      Kelembaban dan kulit kotorsebagai predisposisi terjadinya lesi.
5.      Antibiotik untuk membunuh kuman.
5
Nyeri berhubungan dengan adanya ulcus (luka diabetes mellitus).
Tujuan : Klien akan menunjukkan nyeri berkurang / teratasi dengan kriteria :
a.       Klien tidak mengeluh nyeri
b.      Ekspresi wajah ceria
1.    Kaji tingkat nyeri
2.    Observasi tanda-tanda vital
3.    Ajarkan klien tekhnik relaksasi
4.    Ajarkan klien tekhnik Gate Control
5.    Pemberian analgetik
1.      Nyeri disebabkan oleh penurunan perfusi jaringan atau karena peningkatan asam laktat sebagai akibat deficit insulin
2.      Pasien dengan nyeri biasanya akan dimanifestasikan dengan peningkatan vital sign terutama perubahan denyut nadi dan pernafasan
3.      Nafas dalam dapat meningkatkan oksigenasi jaringan
4.      Memblokir rangsangan nyeri pada serabut saraf
5.      Analgetik bekerja langsung pada reseptor nyeri dan memblokir rangsangan nyeri sehingga respon nyeri dapat diminimalkan

 


5.   Implementasi

Merupakan tahap dimana rencana keperawatan dilaksanakan sesuai dengan intervensi. Tujuan dari implementasi adalah membantu klien dalam mencapai peningkatan kesehatan baik yang dilakukan secara mandiri maupun kolaborasi dan rujukan.

6.      Evaluasi

Merupakan tahap akhir yang bertujuan untuk mencapai kemampuan klien dan tujuan dengan melihat perkembangan klien. Evaluasi klien diabetes mellitus dilakukan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya pada tujuan




DAFTAR PUSTAKA

Bare & Suzanne, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Volume 2, (Edisi 8), EGC, Jakarta

Carpenito, 1999, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, (Edisi 2), EGC, Jakarta

Corwin,. J. Elizabeth, 2001, Patofisiologi, EGC, Jakarta

Doenges, E. Marilynn dan MF. Moorhouse, 2001, Rencana Asuhan Keperawatan,  (Edisi III), EGC, Jakarta.

FKUI, 1979, Patologi, FKUI, Jakarta

Ganong, 1997, Fisiologi Kedokteran, EGC, Jakarta

Gibson, John, 2003, Anatomi dan Fisiologi Modern untuk Perawat, EGC, Jakarta

Guyton dan Hall, 1997, Fisiologi Kedokteran, (Edisi 9), EGC, Jakarta

Hinchliff, 1999, Kamus Keperawatan, EGC, Jakarta

Price, S. A dan Wilson, L. M, 1995,  Patofisiologi, EGC, Jakarta

Sherwood,  2001, Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem, (edisi 21), EGC, Jakarta

Sobotta, 2003, Atlas Anatomi, (Edisi 21), EGC, Jakarta


UNDUH VERSI DOCXNYA DI SINI

TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGANNYA

FADHIL AKMAL - Juli 24, 2016
MASUKKAN TOMBOL TWEET DISINI

0 komentar:

Posting Komentar

loading...