A.
KONSEP DASAR
PENYAKIT
1.
Definisi/Pengertian
Appendiks adalah
ujung seperti jari yang kecil panjangnya kira-kira 10 cm (94 inci), melekat
pada sekum tepat di bawah katup ileosekal. Appendiks berisi makanan dan mengosongkan diri secara teratur ke dalam
sekum. Karena pengosongannya tidak efektif dan lumennya kecil, appendiks
cenderung menjadi tersumbat dan rentan terhadap infeksi. (Smeltzer, 2002).
Apendisitis adalah peradangan
dari apendiks vermivormis, dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling
sering. Penyakit ini dapat mengenai semua umur baik laki-laki maupun perempuan,
tetapi lebih sering menyerang laki-laki berusia antara 10 sampai 30 tahun
(Mansjoer, Arief,dkk, 2007).
Apendisitis adalah
infeksi pada appendiks karena tersumbatnya lumen oleh fekalith (batu feces),
hiperplasi jaringan limfoid, dan cacing usus. Obstruksi lumen merupakan
penyebab utama Apendisitis. Erosi membran mukosa appendiks dapat terjadi karena
parasit seperti Entamoeba histolytica, Trichuris trichiura, danEnterobius
vermikularis (Ovedolf, 2006).
Apendisitis merupakan inflamasi
apendiks vermiformis, karena struktur yang terpuntir, appendiks merupakan
tempat ideal bagi bakteri untuk berkumpul dan multiplikasi (Chang, 2010)
Apendisitis merupakan inflamasi
di apendiks yang dapt terjadi tanpa penyebab yang jelas, setelah obstruksi
apendiks oleh feses atau akibat terpuntirnya apendiks atau pembuluh darahya
(Corwin, 2009).
2.
Penyebab/Faktor Predisposisi
Apendisitis
belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada factor prediposisi
yaitu:
a.
Faktor yang
tersering adalah obstruksi lumen. Pada umumnya obstruksi ini terjadi karena:
1)
Hiperplasia
dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak.
2)
Adanya faekolit
dalam lumen appendiks
3)
Adanya benda asing
seperti biji-bijian
4)
Striktura lumen
karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya.
b.
Infeksi kuman
dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan Streptococcus
c.
Laki-laki lebih
banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15-30 tahun (remaja dewasa). Ini
disebabkan oleh karena peningkatan jaringan limpoid pada masa tersebut.
d.
Tergantung pada
bentuk apendiks:
1) Appendik yang terlalu panjang
2) Massa appendiks yang pendek
3) Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen
appendiks
4) Kelainan katup di pangkal appendiks (Nuzulul, 2009)
3. Klasifikasi
a.
Apendisitis akut
Apendisitis akut adalah : radang pada jaringan apendiks.
Apendisitis akut pada dasarnya adalah obstruksi lumen yang selanjutnya akan
diikuti oleh proses infeksi dari apendiks.
Penyebab obstruksi dapat
berupa :
1) Hiperplasi limfonodi sub mukosa dinding apendiks.
2) Fekalit
3) Benda asing
4) Tumor.
Adanya obstruksi mengakibatkan mucin / cairan mukosa yang
diproduksi tidak dapat keluar dari apendiks, hal ini semakin meningkatkan
tekanan intra luminer sehingga menyebabkan tekanan intra mukosa juga semakin
tinggi.
Tekanan yang tinggi akan menyebabkan infiltrasi kuman ke dinding apendiks
sehingga terjadi peradangan supuratif yang menghasilkan pus / nanah pada
dinding apendiks. Selain obstruksi,
apendisitis juga dapat disebabkan oleh penyebaran infeksi dari organ lain yang
kemudian menyebar secara hematogen ke apendiks.
b.
Apendisitis
Purulenta (Supurative Appendicitis)
Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema
menyebabkan terbendungnya aliran vena pada dinding appendiks dan menimbulkan
trombosis. Keadaan ini memperberat iskemia dan edema pada apendiks.
Mikroorganisme yang ada di usus besar berinvasi ke dalam dinding appendiks
menimbulkan infeksi serosa sehingga serosa menjadi suram karena dilapisi
eksudat dan fibrin. Pada appendiks dan mesoappendiks terjadi edema, hiperemia,
dan di dalam lumen terdapat eksudat fibrinopurulen. Ditandai dengan rangsangan
peritoneum lokal seperti nyeri tekan, nyeri lepas di titik Mc Burney, defans
muskuler, dan nyeri pada gerak aktif dan pasif. Nyeri dan defans muskuler dapat
terjadi pada seluruh perut disertai dengan tanda-tanda peritonitis umum.
c.
Apendisitis kronik
Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika
dipenuhi semua syarat : riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari dua minggu,
radang kronik apendiks secara makroskopikdan mikroskopik, dan keluhan
menghilang satelah apendektomi.
Kriteria mikroskopik apendiksitis kronik adalah
fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial atau total lumen
apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama dimukosa, dan infiltrasi sel
inflamasi kronik. Insidens apendisitis kronik antara 1-5 persen.
d.
Apendissitis rekurens
Diagnosis rekuren baru dapat dipikirkan jika ada riwayat
serangan nyeri berulang di perut kanan bawah yang mendorong dilakukan apeomi
dan hasil patologi menunjukan peradangan akut. Kelainan ini terjadi bila
serangn apendisitis akut pertama kali sembuh spontan. Namun, apendisitis tidak
perna kembali ke bentuk aslinya karena terjadi fribosis dan jaringan parut.
Resiko untuk terjadinya serangn lagi sekitar 50 persen. Insidens apendisitis
rekurens biasanya dilakukan apendektomi yang diperiksa secara patologik.
Pada apendiktitis rekurensi biasanya dilakukan
apendektomi karena sering penderita datang dalam serangan akut.
e.
Mukokel Apendiks
Mukokel apendiks adalah dilatasi kistik dari apendiks
yang berisi musin akibat adanya obstruksi kronik pangkal apendiks, yang biasanya
berupa jaringan fibrosa. Jika isi lumen steril, musin akan tertimbun tanpa
infeksi. Walaupun jarang, mukokel dapat disebabkan oleh suatu kistadenoma yang
dicurigai bisa menjadi ganas.
Penderita sering datang dengan eluhan ringan berupa rasa
tidak enak di perut kanan bawah. Kadang teraba massa memanjang di regio iliaka
kanan. Suatu saat bila terjadi infeksi, akan timbul tanda apendisitis akut.
Pengobatannya adalah apendiktomi.
f.
Tumor Apendiks/Adenokarsinoma apendiks
Penyakit ini jarang ditemukan, biasa ditemukan kebetulan
sewaktu apendektomi atas indikasi apendisitis akut. Karena bisa metastasis ke
limfonodi regional, dianjurkan hemikolektomi kanan yang akan memberi
harapan hidup yang jauh lebih baik dibanding hanya apendektomi.
g.
Karsinoid Apendiks
Ini merupakan tumor sel argentafin apendiks. Kelainan ini
jarang didiagnosis prabedah,tetapi ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan
patologi atas spesimen apendiks dengan diagnosis prabedah apendisitis akut.
Sindrom karsinoid berupa rangsangan kemerahan (flushing) pada muka, sesak napas
karena spasme bronkus, dan diare ynag hanya ditemukan pada sekitar 6% kasus
tumor karsinoid perut. Sel tumor memproduksi serotonin yang menyebabkan gejala
tersebut di atas.
Meskipun diragukan sebagai keganasan, karsinoid ternyata
bisa memberikan residif dan adanya metastasis sehingga diperlukan opersai
radikal. Bila spesimen patologik apendiks menunjukkan karsinoid dan pangkal
tidak bebas tumor, dilakukan operasi ulang reseksi ileosekal atau hemikolektomi
kanan
4.
Pathway
5. Manifestasi Klinik
a.
Nyeri kuadran bawah terasa dan biasanya disertai dengan demam ringan, mual,
muntah dan hilangnya nafsu makan.
b.
Nyeri tekan local pada titik McBurney bila dilakukan tekanan.
c.
Nyeri tekan lepas dijumpai.
d.
Terdapat konstipasi atau diare.
e.
Nyeri lumbal, bila appendiks melingkar di belakang sekum.
f.
Nyeri defekasi, bila appendiks berada dekat rektal.
g.
Nyeri kemih, jika ujung appendiks
berada di dekat kandung kemih atau ureter.
h.
Pemeriksaan rektal positif jika ujung appendiks berada di ujung pelvis.
i.
Tanda Rovsing dengan melakukan palpasi kuadran kiri bawah yang secara
paradoksial menyebabkan nyeri kuadran kanan.
j.
Apabila appendiks sudah ruptur, nyeri menjadi menyebar, disertai abdomen
terjadi akibat ileus paralitik.
k.
Pada pasien lansia tanda dan gejala appendiks sangat bervariasi. Pasien
mungkin tidak mengalami gejala sampai terjadi ruptur appendiks.
Nama pemeriksaan
|
Tanda dan gejala
|
Rovsing’s sign
|
Positif jika
dilakukan palpasi dengan tekanan pada kuadran kiri bawah dan timbul nyeri
pada sisi kanan.
|
Psoas sign atau Obraztsova’s sign
|
Pasien
dibaringkan pada sisi kiri, kemudian dilakukan ekstensi dari panggul kanan.
Positif jika timbul nyeri pada kanan bawah.
|
Obturator sign
|
Pada pasien
dilakukan fleksi panggul dan dilakukan rotasi internal pada panggul. Positif
jika timbul nyeri pada hipogastrium atau vagina.
|
Dunphy’s sign
|
Pertambahan
nyeri pada tertis kanan bawah dengan batuk
|
Ten Horn sign
|
Nyeri yang
timbul saat dilakukan traksi lembut pada korda spermatic kanan
|
Kocher (Kosher)’s sign
|
Nyeri pada
awalnya pada daerah epigastrium atau sekitar pusat, kemudian berpindah ke
kuadran kanan bawah.
|
Sitkovskiy (Rosenstein)’s sign
|
Nyeri yang
semakin bertambah pada perut kuadran kanan bawah saat pasien dibaringkan pada
sisi kiri
|
Aure-Rozanova’s sign
|
Bertambahnya
nyeri dengan jari pada petit triangle kanan (akan positif
Shchetkin-Bloomberg’s sign)
|
Blumberg sign
|
Disebut juga
dengan nyeri lepas. Palpasi pada kuadran kanan bawah kemudian dilepaskan
tiba-tiba
|
6.
Komplikasi
Komplikasi terjadi akibat keterlambatan
penanganan Apendisitis. Faktor keterlambatan dapat berasal dari penderita dan
tenaga medis. Faktor penderita meliputi pengetahuan dan biaya, sedangkan tenaga
medis meliputi kesalahan diagnosa, menunda diagnosa, terlambat merujuk ke rumah
sakit, dan terlambat melakukan penanggulangan. Kondisi ini menyebabkan
peningkatan angka morbiditas dan mortalitas. Proporsi komplikasi Apendisitis
10-32%, paling sering pada anak kecil dan orang tua. Komplikasi 93% terjadi
pada anak-anak di bawah 2 tahun dan 40-75% pada orang tua. CFR komplikasi 2-5%,
10-15% terjadi pada anak-anak dan orang tua.43 Anak-anak memiliki dinding
appendiks yang masih tipis, omentum lebih pendek dan belum berkembang sempurna
memudahkan terjadinya perforasi, sedangkan pada orang tua terjadi gangguan
pembuluh darah. Adapun jenis komplikasi diantaranya:
a.
Abses
Abses merupakan peradangan appendiks yang
berisi pus. Teraba massa lunak di kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Massa
ini mula-mula berupa flegmon dan berkembang menjadi rongga yang mengandung pus.
Hal ini terjadi bila Apendisitis gangren atau mikroperforasi ditutupi oleh
omentum
b.
Perforasi
Perforasi adalah pecahnya appendiks yang berisi
pus sehingga bakteri menyebar ke rongga perut. Perforasi jarang terjadi dalam
12 jam pertama sejak awal sakit, tetapi meningkat tajam sesudah 24 jam.
Perforasi dapat diketahui praoperatif pada 70% kasus dengan gambaran klinis
yang timbul lebih dari 36 jam sejak sakit, panas lebih dari 38,50C, tampak
toksik, nyeri tekan seluruh perut, dan leukositosis terutamapolymorphonuclear (PMN). Perforasi,
baik berupa perforasi bebas maupun mikroperforasi dapat menyebabkan
peritonitis.
c.
Peritononitis
Peritonitis adalah peradangan peritoneum,
merupakan komplikasi berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun
kronis. Bila infeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum menyebabkan
timbulnya peritonitis umum. Aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus
paralitik, usus meregang, dan hilangnya cairan elektrolit mengakibatkan
dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi, dan oligouria. Peritonitis disertai rasa
sakit perut yang semakin hebat, muntah, nyeri abdomen, demam, dan leukositosis.
7. Pemeriksaan Penunjang
a.
Laboratorium
Terdiri dari pemeriksaan darah lengkap
dan C-reactive protein (CRP). Pada pemeriksaan darah lengkap
ditemukan jumlah leukosit antara 10.000-18.000/mm3 (leukositosis) dan neutrofil
diatas 75%, sedangkan pada CRP ditemukan jumlah serum yang meningkat. CRP
adalah salah satu komponen protein fase akut yang akan meningkat 4-6 jam
setelah terjadinya proses inflamasi, dapat dilihat melalui proses
elektroforesis serum protein. Angka sensitivitas dan spesifisitas CRP yaitu 80%
dan 90%.
b.
Radiologi
Terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi (USG)
dan Computed Tomography Scanning(CT-scan). Pada pemeriksaan USG ditemukan
bagian memanjang pada tempat yang terjadi inflamasi pada appendiks, sedangkan
pada pemeriksaan CT-scan ditemukan bagian yang menyilang dengan fekalith dan
perluasan dari appendiks yang mengalami inflamasi serta adanya pelebaran sekum.
Tingkat akurasi USG 90-94% dengan angka sensitivitas dan spesifisitas yaitu 85%
dan 92%, sedangkan CT-Scan mempunyai tingkat akurasi 94-100% dengan
sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi yaitu 90-100% dan 96-97%.
c.
Analisa urin
bertujuan untuk mendiagnosa batu ureter dan kemungkinan infeksi saluran kemih
sebagai akibat dari nyeri perut bawah.
d.
Pengukuran
enzim hati dan tingkatan amilase membantu mendiagnosa peradangan hati, kandung
empedu, dan pankreas.
e.
Serum Beta
Human Chorionic Gonadotrophin (B-HCG) untuk memeriksa adanya
kemungkinan kehamilan.
f.
Pemeriksaan
barium enema untuk menentukan lokasi sekum. Pemeriksaan Barium enema dan Colonoscopy merupakan
pemeriksaan awal untuk kemungkinan karsinoma colon.
g.
Pemeriksaan
foto polos abdomen tidak menunjukkan tanda pasti Apendisitis, tetapi mempunyai
arti penting dalam membedakan Apendisitis dengan obstruksi usus halus atau batu
ureter kanan.
8. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada
penderita Apendisitis meliputi penanggulangan konservatif dan operasi.
a.
Penanggulangan konservatif
Penanggulangan
konservatif terutama diberikan pada penderita yang tidak mempunyai akses ke
pelayanan bedah berupa pemberian antibiotik. Pemberian antibiotik berguna untuk
mencegah infeksi. Pada penderita Apendisitis perforasi, sebelum operasi
dilakukan penggantian cairan dan elektrolit, serta pemberian antibiotik
sistemik
b.
Operasi
Bila diagnosa
sudah tepat dan jelas ditemukan Apendisitis maka tindakan yang dilakukan adalah
operasi membuang appendiks (appendektomi). Penundaan appendektomi dengan
pemberian antibiotik dapat mengakibatkan abses dan perforasi. Pada abses
appendiks dilakukan drainage (mengeluarkan nanah).
c.
Pencegahan Tersier
Tujuan utama
dari pencegahan tersier yaitu mencegah terjadinya komplikasi yang lebih berat
seperti komplikasi intra-abdomen. Komplikasi utama adalah infeksi luka dan
abses intraperitonium. Bila diperkirakan terjadi perforasi maka abdomen dicuci
dengan garam fisiologis atau antibiotik. Pasca appendektomi diperlukan
perawatan intensif dan pemberian antibiotik dengan lama terapi disesuaikan
dengan besar infeksi intra-abdomen.
B.
KONSEP DASAR ASUHAN
KEPERAWATAN
1. Pengkajian Keperawatan
Wawancara untuk mendapatkan riwayat kesehatan
dengan cermat khususnya mengenai:
a.
Keluhan utama
klien akan mendapatkan nyeri di sekitar epigastrium menjalar ke perut kanan
bawah. Timbul keluhan Nyeri perut kanan bawah mungkin beberapa jam kemudian
setelah nyeri di pusat atau di epigastrium dirasakan dalam beberapa waktu
lalu.Sifat keluhan nyeri dirasakan terus-menerus, dapat hilang atau timbul
nyeri dalam waktu yang lama. Keluhan yang menyertai biasanya klien mengeluh
rasa mual dan muntah, panas.
b.
Riwayat
kesehatan masa lalu biasanya berhubungan dengan masalah. kesehatan klien
sekarang.
c.
Diet,kebiasaan
makan makanan rendah serat.
d.
Kebiasaan
eliminasi.
e.
Pemeriksaan
Fisik
i.
Pemeriksaan
fisik keadaan umum klien tampak sakit ringan/sedang/berat.
ii.
Sirkulasi :
Takikardia.
iii.
Respirasi :
Takipnoe, pernapasan dangkal.
f.
Aktivitas/istirahat
: Malaise.
g.
Eliminasi :
Konstipasi pada awitan awal, diare kadang-kadang.
h.
Distensi
abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan, penurunan atau tidak ada bising
usus.
i.
Nyeri/kenyamanan,
nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilicus, yang meningkat berat dan
terlokalisasi pada titik Mc. Burney, meningkat karena berjalan, bersin, batuk,
atau napas dalam. Nyeri pada kuadran kanan bawah karena posisi ekstensi kaki
kanan/posisi duduk tegak.
j.
Demam lebih
dari 38oC.
k.
Data psikologis
klien nampak gelisah.
l.
Ada perubahan
denyut nadi dan pernapasan.
m.
Pada pemeriksaan
rektal toucher akan teraba benjolan dan penderita merasa nyeri pada daerah
prolitotomi.
n.
Berat badan
sebagai indicator untuk menentukan pemberian obat.
2.
Diagnosa
Keperawatan Yang Mungkin Muncul
a.
Pre operasi
1)
Nyeri akut
berhubungan dengan agen injuri biologi (distensi jaringan intestinal oleh
inflamasi)
2)
Perubahan pola
eliminasi (konstipasi) berhubungan dengan penurunan peritaltik.
3)
Kekurangan
volume cairan berhubungan dengan mual muntah.
4)
Cemas
berhubungan dengan akan dilaksanakan operasi.
b.
Post operasi
1)
Nyeri
berhubungan dengan agen injuri fisik (luka insisi post operasi appenditomi).
2)
Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif (insisi post
pembedahan).
3)
Defisit self care berhubungan dengan nyeri.
4)
Kurang
pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan b.d kurang
informasi.
3.
Rencana Keperawatan
PRE
OPERASI
NO
|
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
|
NOC
|
NIC
|
RASIONAL
|
1.
|
Nyeri akut
berhubungan dengan agen injuri biologi (distensi jaringan intestinal oleh
inflamasi)
|
Setelah
dilakukan asuhan keperawatan, diharapkan nyeri klien berkurang dengan
kriteria hasil :
-
Klien mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri,
mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari
bantuan)
-
Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan
manajemen nyeri
-
Tanda vital dalam rentang normal : TD (systole 110-130mmHg,
diastole 70-90mmHg), HR(60-100x/menit), RR (16-24x/menit), suhu (36,5-37,50C)
-
Klien tampak rileks mampu tidur/istirahat
|
-
Kaji tingkat nyeri, lokasi dan karasteristik nyeri.
-
Jelaskan pada
pasien tentang penyebab nyeri
-
Ajarkan tehnik untuk pernafasan diafragmatik lambat /
napas dalam
-
Berikan aktivitas hiburan (ngobrol dengan anggota
keluarga)
-
Observasi tanda-tanda vital
-
Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgetik
|
-
Untuk mengetahui sejauh mana tingkat nyeri dan
merupakan indiaktor secara dini untuk dapat memberikan tindakan selanjutnya
-
Informasi yang
tepat dapat menurunkan tingkat kecemasan pasien dan menambah pengetahuan
pasien tentang nyeri.
-
Napas dalam dapat
menghirup O2 secara adequate sehingga otot-otot menjadi
relaksasi sehingga dapat mengurangi rasa nyeri.
-
Meningkatkan relaksasi dan dapat meningkatkan kemampuan
kooping.
-
Deteksi dini
terhadap perkembangan kesehatan pasien.
-
Sebagai
profilaksis untuk dapat menghilangkan rasa nyeri.
|
2.
|
Perubahan
pola eliminasi (konstipasi) berhubungan dengan penurunan peritaltik.
|
Setelah dilakukan asuhan
keperawatan, diharapkan konstipasi klien teratasi dengan kriteria hasil:
- BAB 1-2 kali/hari
- Feses lunak
- Bising usus 5-30 kali/menit
|
-
Pastikan kebiasaan defekasi klien dan gaya hidup sebelumnya.
-
Auskultasi bising usus
-
Tinjau ulang pola diet dan jumlah / tipe masukan
cairan.
-
Berikan makanan tinggi serat.
-
Berikan obat sesuai indikasi, contoh : pelunak feses
|
-
Membantu dalam
pembentukan jadwal irigasi efektif
-
Kembalinya
fungsi gastriintestinal mungkin terlambat oleh inflamasi intra
peritonial
-
Masukan
adekuat dan serat, makanan kasar memberikan bentuk dan cairan adalah faktor
penting dalam menentukan konsistensi feses.
-
Makanan yang
tinggi serat dapat memperlancar pencernaan sehingga tidak terjadi konstipasi.
-
Obat pelunak
feses dapat melunakkan feses sehingga tidak terjadi konstipasi.
|
3.
|
Kekurangan
volume cairan berhubungan dengan mual muntah.
|
Setelah dilakukan asuhan
keperawatan diharapkan keseimbangan cairan dapat dipertahankan dengan
kriteria hasil:
- kelembaban membrane mukosa
turgor
kulit baik
- Haluaran urin
adekuat: 1 cc/kg BB/jam
- Tanda-tanda vital dalam batas
normal : TD (systole 110-130mmHg, diastole 70-90mmHg), HR(60-100x/menit), RR
(16-24x/menit), suhu (36,5-37,50C)
|
-
Monitor tanda-tanda vital
-
Kaji membrane
mukosa, kaji tugor kulit dan pengisian kapiler.
-
Awasi masukan dan haluaran, catat warna
urine/konsentrasi, berat jenis.
-
Auskultasi bising usus, catat kelancaran flatus,
gerakan usus.
-
Berikan perawatan mulut sering dengan perhatian khusus
pada perlindungan bibir.
-
Pertahankan penghisapan gaster/usus.
-
Kolaborasi pemberian cairan IV dan elektrolit
|
-
Tanda yang membantu mengidentifikasikan fluktuasi
volume intravaskuler.
-
Indicator
keadekuatan sirkulasi perifer dan hidrasi seluler.
-
Penurunan haluaran urin pekat dengan peningkatan berat
jenis diduga dehidrasi/kebutuhan peningkatan cairan.
-
Indicator kembalinya peristaltic, kesiapan untuk
pemasukan per oral.
-
Dehidrasi mengakibatkan bibir dan mulut kering dan
pecah-pecah
-
Selang NG biasanya dimasukkan pada praoperasi dan
dipertahankan pada fase segera pascaoperasi untuk dekompresi usus,
meningkatkan istirahat usus, mencegah mentah.
-
Peritoneum bereaksi terhadap iritasi/infeksi dengan
menghasilkan sejumlah besar cairan yang dapat menurunkan volume sirkulasi
darah, mengakibatkan hipovolemia. Dehidrasi dapat terjadi ketidakseimbangan
elektrolit
|
4.
|
Cemas
berhubungan dengan akan dilaksanakan operasi.
|
Setelah dilakukan asuhan keperawatan,
diharapkan kecemasan klien berkurang dengan kriteria hasil :
- Melaporkan
ansietas menurun sampai tingkat teratasi
- Tampak rileks
|
-
Evaluasi tingkat ansietas, catat verbal dan non verbal pasien.
-
Jelaskan dan persiapkan untuk tindakan prosedur sebelum
dilakukan
-
Jadwalkan istirahat adekuat dan periode menghentikan
tidur.
-
Anjurkan keluarga untuk menemani disamping klien
|
-
Ketakutan
dapat terjadi karena nyeri hebat, penting pada prosedur diagnostik dan
pembedahan.
-
Dapat
meringankan ansietas terutama ketika pemeriksaan tersebut melibatkan
pembedahan.
-
Membatasi
kelemahan, menghemat energi dan meningkatkan kemampuan koping.
-
Mengurangi kecemasan klien
|
DAFTAR
PUSTAKA
Elizabeth, J, Corwin. (2009). Biku
saku Fatofisiologi, EGC, Jakarta.
Johnson, M.,et
all, 2002, Nursing Outcomes
Classification (NOC) Second Edition, IOWA Intervention Project, Mosby.
Mansjoer, A. (2001). Kapita
Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius FKUI
Mc Closkey,
C.J., Iet all, 2002, Nursing Interventions
Classification (NIC) second Edition, IOWA Intervention
Project, Mosby.
NANDA, 2012, Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan
Klasifikasi.
Smeltzer, Bare (2002). Buku
Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner & Suddart. Edisi 8. Volume 2.
Jakarta, EGC
DOWNLOAD VERSI DOCX DI SINI
DOWNLOAD VERSI DOCX DI SINI
|
FADHIL AKMAL
MASUKKAN TOMBOL TWEET DISINI |
|
0 komentar:
Posting Komentar