BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Anak-anak adalah makhluk kompleks
seperti orang dewasa, tapi bedanya mereka sulit menyatakan perasaannya. Namun
melalui bermain, mereka bisa memverbalisasikan perasaan mereka, dan memang itu
dunia mereka. Jika biasanya, terapi bermain dilakukan untuk anak-anak autis dan
keterbelakangan mental, ini sedikit berbeda karena diperuntukkan bagi anak-anak
normal (Widyasari, 2009)
Bermain merupakan cerminan kemampuan
fisik, intelektual, emosional, dan sosial dan bermain merupakan media yang baik
untuk belajar karena dengan bermain, anak-anak akan berkata-kata
(berkomunikasi), belajar menyesuaikan diri dengan lingkungan, melakukan apa
yang dapat dilakukannya, dan mengenal waktu, jarak serta suara (Erfandi, 2009)
Bermain tidak dapat dipisahkan dari
dunia anak, melalui bermain anak akan belajar tentang dunia dan kehidupannya
serta berhubungan dengan orang lain. Dengan bermain anak akan menemukan
kekuatan dan kelemahannya sendiri, minat dan cara menyelesaikan masalah dalam
permainan. Bermain merupakan unsur yang penting bagi anak untuk perkembangan
fisik, mental, sosial dan emosional (Apriani, 2012)
Bermain bahkan dipakai oleh kalangan
psikologi sebagai terapi, yang lebih dikenal dengan nama terapi bermain (play therapy). Terapi ini digunakan bagi
anak yang mempunyai masalah dengan emosi. Dengan terapi, anak mampu diubah
perilakunya melalui cara yang menyenangkan (Budiarto, 2009)
Di Indonesia pada tahun 2009 terdapat
lebih kurang 10,4 juta jiwa balita dan anak-anak. Dan tidak kurang dari 10.000
balita dan anak-anak dirawat setiap harinya di rumah sakit karena terserang
berbagai penyakit diantaranya, tubercolusis, campak, pertusis, dipteri dan
tetanus (Meriwati, 2011)
Data yang di peroleh dari Provinsi Aceh berdasarkan jumlah
anak yang di hospitalisasi dan jumlah Kabupaten/Kota tahun 2009 menunjukan bahwa dari 493831 jumlah anak (100%) yang ada di Provinsi Aceh, terdapat 232612 anak (47,10%) yang pernah di hospitalisasi (Profil Kesehatan Aceh,
2007).
Hospitalisasi (rawat inap) pada
perawatan anak di rumah sakit dapat menyebabkan stres, karena perawatan di
rumah sakit sering sekali dipersepsikan anak sebagai hukuman sehingga anak akan
merasa malu, bersalah, atau takut. Ketakutan anak terhadap perlukaan muncul
karena anak menganggap tindakan dan prosedurnya mengancam integritas tubuhnya.
Oleh karena itu, hal ini menimbulkan reaksi agresif dan marah, tidak mau
bekerja sama dengan perawat, dan ketergantungan pada orang tua (Supartini 2004)
Pada saat dirawat di rumah sakit,
anak akan mengalami berbagai perasaan yang sangat tidak menyenangkan, seperti
marah, takut, cemas, sedih, dan nyeri. Perasaan tersebut merupakan dampak dari
hospitalisasi yang dialami anak karena menghadapi beberapa stressor yang
ada dilingkungan rumah sakit. Untuk itu, dengan melakukan permainan anak
akan terlepas dari ketegangan dan stress yang dialaminya karena dengan
melakukan permainan anak akan depat mengalihkan rasa sakitnya pada permainannya
(distraksi) dan relaksasi melalui kesenangannya melakukan permainan (Erfandi, 2009)
Menurut Supartini (2004) perawatan
anak di rumah sakit merupakan pengalaman yang penuh dengan stres, baik bagi
anak maupun orang tua. Lingkungan rumah sakit itu sendiri merupakan penyebab
stres dan kecemasan pada anak. Pada anak yang dirawat di rumah sakit akan
muncul tantangan-tantangan yang harus dihadapinya seperti mengatasi suatu
perpisahan, penyesuaian dengan lingkungan yang asing baginya, penyesuaian
dengan banyak orang yang mengurusinya, dan kerapkali harus berhubungan dan
bergaul dengan anak-anak yang sakit serta pengalaman mengikuti terapi yang
menyakitkan.
Untuk memenuhi kebutuhan anak yang
dihospitalisasi sangatlah penting bagi perawat anak untuk memiliki pengetahuan
terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak kelompok usia berapapun (Dian, 2011).
Untuk meminimalisasi stressor akibat hospitalisasi
pada anak peran perawat sangat penting karena anak dalam perawatannya
memerlukan perawat yang kompeten dan sensitif untuk minimalisasi stressor
akibat hospitalisasi. Sebelum perawat memberikan asuhan keperawatan perawat
perlu memahami filososfi keperawatan anak yang berfokus pada pencegahan
terjadinya dampak psikologis atau trauma pada anak akibat dirawat di
rumah sakit, dan tingkat pendidikan perawat mempengaruhi prinsip-prinsip dasar
keperawatan anak melalui proses keperawatan anak (Hidayat, 2005)
Berdasarkan latar belakang
masalah diatas maka penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian mengenai
Gambaran Pengetahuan Dan Sikap Perawat Tentang Terapi Bermain Pada Anak Yang Di
Hospitalisasi Di Ruang Perawatan Anak (RPA) Di RSUD ................Tahun 2012.
Selengkapnya download di SINI
|
FADHIL AKMAL
MASUKKAN TOMBOL TWEET DISINI |
|
0 komentar:
Posting Komentar